Ancaman Baru Silent Pandemic, Menko Muhadjir Minta Masyarakat Hati- hati Menggunakan Antibiotik

by -692 Views
Wartawan: ano/hei
Editor: Herry W. Sulaksono

“Pandemi ini akan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, keparahan penyakit, hingga terjadi kematian dan timbul kedaruratan kesehatan masyarakat. Disebut silent pandemic, karena jumlah kasus dan kematian akibat resistansi anti-mikroba tidak terdeteksi atau terlaporkan,” terang Satya.

Diketahui sebelumnya, potensi terjadinya pandemi akibat resistansi anti-mikroba sangat nyata. Salah satu contoh terjadi resistansi anti-mikroba adalah terjadinya tuberkulosis resisten obat (TB-RO), akibat dari pengobatan pasien yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TB-RO. Menurut Global TB Report tahun 2022, kasus TB-RO diperkirakan mencapai 28.000 kasus dari total 969.000 kasus TB yang ada di Indonesia pada tahun 2021.

Selain itu, berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan tahun 2022 melalui Monev Pelaksanaan Permenko PMK Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistansi Anti-Mikroba 2020-2024, ditemukan peningkatan persentase ESBL (extended-spectrum beta-lactamases) sebanyak 6,1 persen pada manusia. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kekebalan (resistansi) bakteri penyebab penyakit tertentu terhadap pengobatan anti-mikroba. Kondisi tersebut perlu menjadi kewaspadaan semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan dan pengandaliannya.

Pada seminar ini juga diadakan deklarasi pernyataan dukungan dari 10 organisasi profesi dan asosiasi kesehatan manusia maupun hewan untuk melaksanakan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian resistansi anti-mikroba di Indonesia. Sejumlah organisasi profesi dan asosiasi itu, antara lain Ikatan Dokter Indonesia Perkumpulan Dokter Hewan Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Asosiasi Obat Hewan Indonesia, Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia, Perkumpulan Rumah Sakit Indonesia, Akselerasi Puskesmas Indonesia, Asosiasi Klinik Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia.

Satya mengatakan, partisipasi aktif dari organisasi dan asosiasi tersebut diharapkan tidak hanya dapat memperkuat kapasitas tenaga kesehatan dalam pengelolaan anti-mikroba, tetapi juga memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik, menjembatani kolaborasi lintas sektor, serta menyuarakan kebijakan yang mendukung penggunaan antibiotik yang bijaksana dan bertanggungjawab. Sinergi antara pihak-pihak ini dapat menciptakan fondasi yang kokoh dalam mengatasi tantangan serius resistansi antimikroba demi kesehatan masyarakat yang berkelanjutan.(*/ANO)

iklan warung gazebo