Banyuwangi, seblang.com – Menjadi bidan di fasilitas kesehatan daerah terluar dengan akses geografis yang sulit memiliki tantangan tersendiri. Mulai dari kondisi geografis, infrastruktur, personel, hingga berbagai tantangan lainnya. Namun, kondisi ini bukanlah alasan untuk mengeluh, melainkan harus dihadapi dengan segala keterbatasan yang ada.
Bidan di wilayah terluar Banyuwangi, khususnya di Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, memiliki kisah unik dalam perjalanan melayani warga. Mereka melakukan pemeriksaan ibu hamil (Bumil), lansia, status gizi warga, sekaligus promosi kesehatan. Banyak warga Desa Sarongan tinggal di kawasan hutan, sehingga para bidan harus jemput bola menggunakan kendaraan operasional yang difasilitasi Pemkab Banyuwangi.
Misiyati, seorang bidan di Rumah Bersalin Sarongan yang berjarak sekitar 2,5 jam dari pusat kota Banyuwangi, menjelaskan, “Saya (dan tim) rutin melakukan pemeriksaan keliling (ke masyarakat), mengecek ibu hamil mengukur status gizi balita, pos lansia, pemeriksaan golongan darah, kesehatan lingkungan, dan promosi kesehatan dijalankan hari itu juga.”
Misiyati merupakan satu dari enam bidan yang bertugas di Rumah Bersalin Desa Sarongan. Fasilitas ini dioperasikan pada tahun 2022 oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dengan dukungan dari pemerintah Jepang. Keberadaannya sangat bermanfaat karena memangkas perjalanan panjang menuju Puskesmas Sumberagung yang berjarak 20 kilometer dari Sarongan.
“Rumah bersalin ini sangat bermanfaat bagi petugas maupun warga. Warga menjadi lebih dekat, untuk petugas juga memudahkan karena semua layanan persalinan terpusat jadi satu,” ujar Misiyati.
Rumah bersalin ini melayani penduduk Desa Sarongan dan Kandangan, Kecamatan Pesanggaran. Sarongan merupakan salah satu desa terluar di Banyuwangi yang sebagian besar wilayahnya adalah perkebunan, dengan banyak penduduk tinggal di tengah area tersebut.
Sebagai bidan di kawasan terluar, Misiyati dan timnya sering melakukan jemput bola untuk memberi layanan kesehatan. “Tiap pekan, setiap bidan pasti turun ke lapangan melakukan pemeriksaan ke warga. Selain layanan Posyandu, mereka juga memberikan layanan stunting, pemeriksaan ibu hamil resiko tinggi, anak kurang gizi, dan lainnya,” jelasnya.
Misiyati juga menceritakan pengalamannya menangani kasus ibu hamil yang viral karena melahirkan di depan Rumah Bersalin. Ibu tersebut merupakan pasien berisiko tinggi yang telah mendapat pemeriksaan rutin. “Hasil pemeriksaan sebelum melahirkan kondisi ibu dan bayinya baik,” katanya.
Bidan lainnya, Mustotafidatuz Zuro’ (29), menjelaskan sistem kerja di Rumah Bersalin. “Dibagi dua shift mulai pukul 14.00 hingga 20.00 malam, dan pukul 20.00 hingga 07.00 pagi,” kata bidan yang kini berstatus PPPK tersebut.
Fida mengakui beban kerja yang cukup berat. “Ya seringkali sudah jaga sore atau malam, kalau waktunya periksa poskesdes atau waktunya posyandu ya kita langsung berangkat,” ujarnya.
Untuk menunjang pelayanan kesehatan, Pemkab Banyuwangi telah menyediakan ambulan Triton dan motor KLX untuk akomodasi petugas keliling. Keberadaan Rumah Bersalin dan fasilitas pendukungnya sangat membantu para bidan dalam memberikan layanan kesehatan optimal bagi masyarakat di daerah terluar Banyuwangi.