Malang, seblang.com – Aparat Kepolisian Resor Malang, Polda Jatim, berhasil membongkar jaringan pemalsu beras Bulog yang diubah menjadi kemasan premium.
Terduga pelaku dengan tega mengemas ulang beras subsidi pemerintah tersebut kemudian menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.
Wakapolres Malang, Kompol Imam Mustolih, menyatakan bahwa tersangka yang diamankan adalah seorang perempuan berinisial EH (37), berasal dari Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
Tersangka EH berhasil diamankan oleh tim Satgas Pangan Satreskrim Polres Malang di toko beras miliknya di Jalan Kubu, Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, pada Jumat (15/3/2024).
“Kami berhasil mengungkap kasus tindak pidana perlindungan konsumen dan pangan terkait pengemasan kembali beras Bulog program SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) menjadi kemasan premium,” kata Kompol Imam Mustolih dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Senin (18/3/2024).
Wakapolres menjelaskan bahwa pengungkapan kasus dimulai saat pihaknya memperhatikan fluktuasi harga beras yang tinggi di wilayah Kabupaten Malang.
Tim Satgas Pangan Satreskrim Polres Malang kemudian melakukan penyelidikan hingga mendapatkan informasi bahwa tersangka EH seringkali menyalahgunakan beras SPHP subsidi pemerintah untuk dijual kembali demi keuntungan pribadi.
Dalam penangkapan tersebut, polisi berhasil menyita 1,2 ton beras Bulog kemasan 50 Kg, 445 Kg beras kemasan ulang merk Ramos Bandung, dan 450 Kg beras kemasan ulang merk Raja Lele.
Selain itu, satu unit kendaraan Suzuki Carry yang digunakan sebagai alat bantu, serta peralatan kemasan berupa mesin jahit karung dan timbangan, juga diamankan oleh polisi.
Dalam menjalankan aksinya, tersangka EH mengubah kemasan Beras Bulog SPHP ukuran 50 Kg yang penjualan dan harganya diatur oleh pemerintah, yakni sejumlah Rp 10.900,- per Kg.
Beras tersebut kemudian dikemas ulang dengan merek ‘Raja Lele’ dan ‘Ramos Bandung’ dengan ukuran 25 Kg dan 5 Kg, lalu dijual dengan harga Rp 14 ribu hingga Rp 16 ribu per Kg.
“Modus operandi yang bersangkutan dengan membuat repacking pengemasan ulang ini dijual dengan rata-rata per Kg-nya menjadi Rp 14 ribu yang tentunya melebihi harga eceran tertinggi yang sudah ditentukan,” jelasnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Malang, AKP Gandha Syah Hidayat, menambahkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka EH diketahui memulai praktik ilegal tersebut sejak lima bulan lalu.
Awalnya EH mendapatkan informasi pembelian beras Bulog melalui grup penjual di media sosial sekitar pertengahan Oktober 2023.
Untuk mengelabui aksinya, tersangka memanfaatkan toko beras miliknya sebagai tempat pengemasan ulang kemasan beras agar tidak dicurigai petugas.
“Sedikitnya EH telah meraup keuntungan sejumlah Rp 45 juta selama beroperasi,” kata AKP Gandha.
AKP Gandha menyebutkan bahwa kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait pemasok beras Bulog SPHP yang peredarannya diatur oleh pemerintah.
Menurutnya, di media sosial banyak pedagang yang menawarkan beras SPHP yang tentunya dilarang karena termasuk barang-barang yang mendapatkan pengawasan khusus oleh pemerintah.
Ia menyebut tidak menutup kemungkinan segala celah-celah akan didalami dan semua informasi akan dikembangkan karena penyidikan juga masih berlangsung.
“Kami dari Satgas Pangan terus bergerak secara aktif dalam mengawasi, mengontrol, dan mengendalikan harga-harga bahan pokok yang ada di wilayah Kabupaten Malang,” ungkap AKP Gandha.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bulog Cabang Malang, Siane Dwi Agustina, memberikan apresiasi kepada jajaran Polres Malang yang telah berupaya mengungkap kasus penyelewengan beras subsidi tersebut.
Pihaknya berharap tindakan tegas kepolisian dapat memberikan efek jera kepada para pelaku yang melakukan hal yang sama.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Kapolres beserta jajaran yang sudah mengungkap kejadian ini, sehingga mungkin ke depan untuk pihak-pihak lainnya tertentu tidak akan melakukan hal yang sama,” ungkapnya.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, kini tersangka EH telah ditahan di rutan Polres Malang.
“Tersangka dikenakan Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak 2 milyar rupiah. (*)