Banyuwangi, seblang.com – Pasar takjil yang dikemas dalam “Banyuwangi Ramadan Street Food ” di Banyuwangi, Jawa Timur, telah memasuki hari ke-17.
Animo masyarakat untuk berbelanja aneka menu makanan dan minuman untuk berbuka puasa tetap tinggi. Terbukti dengan membludaknya pengunjung ke lapak-lapak yang disiapkan.
Kondisi tersebut tentu saja menjadi nilai positif bagi para penjual di pasar takjil Ramadan. Setiap hari dagangan yang mereka jual rata-rata habis diserbu oleh pembeli.
Mereka yang ikut menikmati berkah Ramadan adalah Dinda Novita Permatasari bersama 9 orang temannya yang masih tercatat sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis Pariwisata (MBP) Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi), dengan berjualan di Banyuwangi Ramadan Street Food of 2023.
Mereka mengungkapkan, banyak keuntungan yang didapatkan sejak awal berjualan di pasar takjil Banyuwangi Ramadan Street Food yang berada di Jalan Letjen Sutoyo, Kelurahan Tukangkayu, Kecamatan Banyuwangi itu.
Dalam sehari jualan mereka dapat mengumpulkan laba sekitar Rp 100 ribu – Rp 250 ribu. Tentu saja, dengan keuntungan itu dapat membantu perekonomian mereka sebagai mahasiswa.
“Alhamdulilah produk yang kami jual setiap harinya, yakni 16 sandwich buah dan 41 mochi selalu habis,” kata Dinda, perwakilan kelompok mahasiswa, Sabtu (8/4/2023) sore.
Dia menuturkan produk yang mereka jual berupa olahan kue, antara lain; sandwich buah, mochi dan potato. Harga takjil yang mereka tawarkan rata-rata Rp 10 ribu per biji.
Selain mendapat keuntungan berupa uang, mereka mengaku juga mendapatkan pengalaman yang berharga dari belajar berwirausaha.
Salah satunya adalah kepercayaan masyarakat terhadap cita rasa dan kebersihan baik makanan maupun lokasi berjualan.
“Kerjasama tim juga dibutuhkan di sini. Setelah kami pikir-pikir juga, ternyata mencari duit itu susah. Uang Rp 1.000 saja sangat berharga,” ungkapnya.
Dinda menambahkan, kegiatan berjualan takjil yang dilakukan sekelompok mahasiswa itu ternyata bagian dari mata kuliah kewirausahaan.
Dia sedikit bercerita apabila tidak mudah memulai sebuah usaha. Tantangan terberat adalah menentukan ide bisnis. Belum lagi beberapa kali mengalami kegagalan pada awal merintis usaha.
“Kami tidak langsung berjualan di sini. Awalnya gagal, dan setelah beberapa kali percobaan pembuatan produk akhirnya berhasil,” ujarnya.
Dinda menambahkan, sejumlah produk yang dijual itu berangkat dari ide yang didapat di media sosial. Baik cara bahan, resep dan cara pembuatan, mereka dapatkan dan belajar dari tiktok.
“Intinya, banyak tantangan yang kami hadapi. Namun semuanya berhasil dilalui berkat kerjasama tim,” tegasnya.