Oleh Anwar Hudijono
Perlahan tapi pasti. Begitulah prosesi aksi tanam 10 juta pohon Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy sejak digulirkan hari Selasa (24/5/2022) di Bali.
Aksi ini merupakan agenda Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Sekaligus bentuk komitmen Indonesia mendukung The Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022.
Pergerakan aksi ini seperti rembesan air dari celah bebatuan di lereng lembah menuju danau. Alirannya kecil nyaris tanpa riak gempita seperti aliran banjir bandang. Kendati demikian rembesan itu menjadikan permukaan danau berubah naik sedikit demi sedikit.
Skala arealnya terus meluas. Manusia yang terlibat dalam banyak peran terus bertambah. Pihak-pihak yang masuk jejaring kolaborasi terus meningkat.
Perubahan – betapapun terjadi secara gradual – itulah salah satu sisi penting dan strategis dari aksi tanam 10 juta pohon. Aksi ini bukan proyek mercusuar yang dalam sekejap terwujud secara megah dan terlihat layaknya membangun gedung, jalan dan infrastruktur lain.
Target aksi ini bukan sekadar hasil dimensi fisik berupa kebun-kebun atau hutan. Kalau itu targetnya, jumlah 10 juta pohon itu hanya semacam sehelai bulu di tubuh kambing gibas. Terlalu sedikit. Karena luas arealnya yang nyaris tak terhingga. Belum lagi kerusakan yang setiap hari terus bertambah seperti adanya pembabatan hutan, pembalakan liar, penambangan.
Di samping itu,membutuhkan waktu yang cukup lama. Bisa tahunan bahkan puluhan tahun baru bisa terlihat hasil secara fisikal. Ditambah pasti butuh biaya yang sangat besar baik saat penanaman maupun pemeliharaan.
Mereformasi bumi
Dimensik instrinsik aksi tanam 10 juta pohon ini yang lebih utama. Yaitu, membangkitkan pengetahuan dan kesadaran terhadap penanaman pohon sebagai risalah ilahiah.
Risalah ilahiah dalam arti sebuah aktivitas yang dicontohkan Tuhan untuk kemudian diamanatkan untuk diikuti manusia sebagai wakil-Nya (khalifah) di atas bumi.
Menumbuhkan pepohonan adalah salah satu cara Allah memelihara, mereformasi bumi. Cukup banyak ayat Al Quran yang menjelaskan tentang hal tersebut.
Misalnya, di surah Al Araf 57-58.
“Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu.Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.”
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan, dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”
Pemanasan global
Di dalam bingkai kesadaran risalah ilahiah inilah, maka keterlibatan dalam aksi tanam10 juta pohon akan memberi feed back yang baik bagi dirinya.
Pertama, mengasah tanggung jawab rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) karena pohon itu itu untuk seluruh alam. Tanpa sekat primordialisme apapun. Apalagi ketika bumi sedang dikoyak-koyak oleh pemanasan global.
Kedua, menumbuhkan tanggung jawab generasional. Tanaman pohon itu sering kali manfaat atau profitnya justru untuk orang lain, bahkan untuk generasi berikut.
Contoh menanam mangrove. Yang mendapat profit atau kemanfaatan mungkin masyarakat pinggir pantai, nelayan, dan satwa yang habitatnya di mangrove. Demikian pula tanaman lain mungkin baru bisa dinikmati puluhan tahun lagi ketika penanamnya sudah di alam barzah.
Ketiga, menanam pohon itu meyakinkan bahwa hidup itu tidak semua diukur dengan materialisme. Pohon menghasilkan kayu dan buah, bisa dikalkulasi matematis. Tetapi udara sehat dan segar yang dihasilkan pohon itu kan tidak bisa dikalkulasi. Samalah, gaji sebagai PNS atau tenaga honorer itu adalah rejeki dari Tuhan yang bisa dikalkulasi. Tetapi rejeki berupa udara yang setiap detik kita hidup apakah bisa dikalkulasi?
Keempat, membangun jiwa ikhlas. Menanam pohon itu berada pada jalur “memberi tak harap kembali”. Tidak sempat berpikir akan mendapat imbalannya atau hasilnya. Bahkan namanya pun belum tentu dikenang. Karena di areal penghijauan biasanya tidak dituliskan prasasti.
Kelima, ikut menanam pohon yang dilakukan dengan penuh syukur dan ikhlas akan mendekatkan rahmat Allah kepada dirinya. Dan rahmat Allah itu sesuatu yang sangat bernilai tanpa tanding. Sampai-sampai orang bisa masuk surga itu karena rahmat Allah, bukan karena jumlah kebaikan yang ditabung selama hidupnya.
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah direformasi dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Quran, Al Araf 56).
Dengan begitu mudah-mudahan siapapun yang ambil peran dalam penanaman pohon, eksistensinya juga akan seperti pohon yang baik.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. Menghasilkan buah-buahan pada setiap waktu dengan izin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk menusia agar mereka selalu ingat.” (Quran, Ibrahim 24-25).
Rabbi a’lam (Tuhan Maha Tahu)
Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo