Banyuwangi, seblang.com – Mengubah paradigma kesehatan dari pengobatan (kuratif) menjadi pencegahan (preventif) adalah kunci untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berkelanjutan.
Oleh sebab itu, BPJS Kesehatan Banyuwangi kini semakin gencar mengajak seluruh peserta untuk mengambil langkah proaktif, segera melakukan Skrining Riwayat Kesehatan (SRK). Upaya ini bukan sekadar kewajiban, melainkan investasi minimal yang dapat menyelamatkan hidup dan menjamin kualitas masa depan.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Banyuwangi, Titus Sri Hardianto, menegaskan urgensi bagi seluruh peserta JKN untuk merespons kebijakan ini. Menurutnya, SRK merupakan salah satu upaya preventif paling efektif yang dihadirkan BPJS Kesehatan.
“Tujuannya adalah mengidentifikasi potensi risiko terhadap empat belas penyakit kronis yaitu Diabetes Mellitus (Kencing Manis), Hipertensi, Stroke, Penyakit Jantung Iskemik, Kanker Leher Rahim, Kanker Payudara, Anemia Remaja Putri, Tuberkulosis(TBC), Thalasemia, Kanker Paru, Kanker Usus, Hepatitis B, Hepatitis C dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis,” ujar Titus, Jumat (26/9/2025).
Dengan mengetahui potensi risiko sedini mungkin, jelas Titus, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dapat segera memberikan tindak lanjut dan pencegahan yang tepat. “Kami tidak ingin peserta JKN baru mengetahui risiko penyakitnya saat sudah terlambat. Oleh karena itu, Skrining Riwayat Kesehatan ini kami wajibkan bagi seluruh peserta di Banyuwangi,” ujarnya.
Titus mengungkapkan, mulai 1 September 2025, peserta JKN yang belum melakukan Skrining Riwayat Kesehatan, dan terdaftar di klinik atau dokter praktik wajib melakukan skrining sebelum mendapatkan layanan. “Kebijakan ini juga akan berlaku penuh di Puskesmas mulai 1 Oktober 2025,” tegas Titus.
Lebih lanjut Titus menerangkan bahwa program SRK dirancang agar mudah diakses dan tidak memakan waktu. Pengisian SRK cukup dilakukan satu tahun sekali. “Hasil dari skrining ini kemudian akan membantu dokter di FKTP memberikan pelayanan yang lebih tepat sasaran, karena mereka memiliki gambaran awal yang utuh mengenai potensi risiko kesehatan peserta,” terang Titus.