Setelah ditelusuri, ayam yang terbang itu ternyata adalah seekor ayam betina yang baru selesai menetaskan telurnya. Kondisi fisiknya yang ringan setelah mengerami telur-telurnya, ditambah dengan insting keibuan untuk mencari anak-anaknya, membuat ayam tersebut mampu terbang dari tengah laut hingga ke pinggir pantai.
Dari sinilah nama “Ayam Sap Sap” (ayam terbang) muncul dan melekat erat.
Kejadian unik tersebut kini menjadi cikal bakal lomba Ayam Sap Sap yang rutin diadakan setiap tahun di Pantai Pasir Putih, Kecamatan Bungatan, Situbondo. Lomba ini bukan sekadar ajang adu terbang, melainkan juga wadah untuk melestarikan tradisi.
Untuk mengikuti lomba, para penggemar mempersiapkan ayam pilihan mereka dengan fisik yang prima, seringkali dengan memberikan jamu khusus. Persiapan ini menunjukkan keseriusan dan antusiasme masyarakat dalam menjaga tradisi ini tetap hidup.
Kini, Ayam Sap Sap tidak hanya dikenal sebagai ayam yang pandai terbang, tetapi juga simbol dari cerita rakyat, kearifan lokal, dan semangat gotong royong masyarakat pesisir Situbondo. Ia adalah bukti bahwa dari sebuah ritual sederhana, dapat lahir sebuah tradisi yang merangkul kebersamaan dan identitas budaya.