Banyuwangi, seblang.com – Delapan puluh tahun Indonesia merdeka, tetapi rakyat di tapal batas Jawa Timur-Bali mendapatkan kado kemacetan ekstrem akibat permasalahan komplek yang terjadi di kawasan pelabuhan Ketapang Banyuwangi dan diperparah dengan penutupan jalur Gumitir yang menghubungkan Kabupaten Banyuwangi -Jember.
Penutupan jalan nasional Banyuwangi-Jember di kawasan Gunung Gumitir bukan hanya menyusahkan pengguna jalan, tetapi juga menelanjangi bobroknya tata kelola jalan, lemahnya koordinasi lintas sektoral dan lambannya respons pemerintah dalam mencari solusi yang cepat tepat dan akurat.
Alih-alih ditangani cepat, kendaraan roda empat dan kendaraan ukuran besar terpaksa memutar lewat Bondowoso-Situbondo. Sedangkan sepeda motor dialihkan ke jalan sempit milik PTPN 1 Regional 5. Jalan produksi itu sejatinya dibuat untuk mengangkut hasil perkebunan seperti karet, kopi, coklat, dan kayu dari lahan seluas lebih dari 2.000 hektare, bukan untuk jalur umum.
Ketua Aliansi LSM Banyuwangi, Rudy Suharto, yang akrab disapa Rudy Voeler
melontarkan kritik keras kepada Gubernur Jawa Timur (Jatim), Direksi PTPN 1 Regional 5, dan para kepala daerah terkait.
“Gubernur dua periode kok kerjanya cuma konten makan mangga, pisang, apel. Jalan nasional putus, rakyat susah, dia malah ngurusi badokan! Kalau nggak mampu, mundur saja! Sama halnya Direksi PTPN 1 Regional 5, kalau bangun jalan produksi saja tak sanggup, lebih baik minggat dari jabatannya!,” tegas Rudy Voeler, pada Minggu (3/8/2025).
Rudy juga menyoroti, bahwa sejak era kolonial sampai dengan saat ini, PTPN 1 telah menghasilkan triliunan rupiah dari sektor perkebunan. Namun, infrastruktur jalan di wilayah produksinya justru seakan tidak pernah tersentuh pembangunan dan kondisinya tetap seperti zaman perang.
“Diduga hasil panen ribuan triliun dari Gunung Gumitir itu hanya masuk ke kas Surabaya lalu diarak ke Kementerian BUMN di Jakarta untuk dikorupsi dan dibuat bancakan para pejabat bermental rampok,” sindirnya tajam.
Rudy juga menuding Bupati Banyuwangi dan Jember abai menyelesaikan jalur alternatif utama yakni Jalur Lintas Selatan (JLS). Padahal jalur ini hanya kurang sekitar 13 km dan dua jembatan untuk menghubungkan Malangsari (Kalibaru) ke Kecamatan Silo (Jember).
“Tambang emas Tumpang Pitu di Banyuwangi sejak beroperasi 10 tahun lalu sudah menghasilkan ratusan ton emas. Tapi untuk bangun 13 km jalan saja, hasilnya entah ke mana. Diduga hanya dikuasai segelintir elite. Rakyat cuma dapat polusi dan kerusakan jalan,” tambah Rudy.
Lebih lanjut Rudy juga menyentil gaya kepemimpinan kepala daerah yang lebih suka tampil di hadapan kamera daripada bekerja menyelesaikan persoalan rakyat di lapangan.
“Bupati Jember kalau cuma bisa senam sama emak-emak di alun-alun dan mimpin kenduren, ya ndak usah ngaku-ngaku pemimpin rakyat! Jalur JLS itu harus jadi prioritas nasional,” imbuhnya.
Aktifis senior tersebut juga menyindir kinerja DPRD di berbagai level. “DPRD Banyuwangi, DPRD Jember, DPRD Jatim… Jangan cuma datang, duduk, dengar, duit, dan ngantuk. Rakyat butuh solusi, bukan akrobat politik!” imbuh Rudi.
Rudy Voeler menambahkan pihaknya mengingatkan para pemangku kepentingan apabila tidak sanggup memperjuangkan hak-hak rakyat, maka sebaiknya mundur dengan hormat sebelum ditendang oleh sejarah.