Banyuwangi, seblang.com – Dalam beberapa waktu terakhir ini, setiap Minggu pagi aroma kuliner lokal bertemu semangat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan pelaku ekonomi kreatif di Taman Blambangan, Banyuwangi.
Di balik tenda-tenda dan lapak sederhana, tercatat ada ratusan keluarga menggantungkan hidup dari Banyuwangi Creative Market (BCM). Tapi kini, denyut ekonomi rakyat yang dibangun dengan susah payah saat ini nyaris diputus sepihak oleh kebijakan pemerintah Banyuwangi yang terkesan mengabaikan kepentingan masyarakat menengah ke bawah atau para wong cilik.
Pada sekitar akhir 2019, ketika itu pemerintah kabupaten Banyuwangi memutuskan mengalihkan kegiatan Car Free Day (CFD) dari Jalan Ahmad Yani ke Jalan Dr. Sutomo. Camat Banyuwangi pada saat itu, Muhammad Lutfi, melihat potensi ekonomi dan menyatukan pelapak yang sebelumnya tercerai-berai. Lahirlah embrio BCM, dimulai dari 7 pedagang, berkembang jadi 185 pelapak yang kini menghidupi ratusan rumah tangga.
Pandemi Covid-19 sempat menghantam, tetapi BCM tidak tumbang. Justru bangkit lebih solid, melibatkan mantan pekerja hotel, chef yang kehilangan pekerjaan, hingga UMKM dan pelaku ekonomi kreatif binaan dinas-dinas, sehingga pada saat CFD di lokasi lain lesu, BCM di Taman Blambangan justru terus bergeliat, tumbuh dan berkembang.
Pada 2023, Lutfi berpindah posisi menjadi Plt. Kepala Bakesbangpol. Tongkat estafet kemudian dibersamai oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata MY. Bramudya, yang mendorong penguatan legalitas. BCM pun resmi bernama “Pelapak Car Free Day Blambangan” dengan legal standing Kemenkumham RI dan berjalan mandiri tanpa APBD.
Namun awal 2025, angin tak lagi sejuk. Ketika Wakil Presiden (Wapres) RI hendak datang ke Banyuwangi, para pelapak diminta libur mendadak. Mereka tetap berjualan, dan ironi terjadi: apel TNI-Polri berlangsung lancar, bahkan sebagian aparat sarapan santai di tenda-tenda BCM.
Puncaknya terjadi pada 25 Juni 2025, datang undangan rapat evaluasi dari Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Dwi Yanto, ternyata berubah jadi pemaksaan relokasi ke Jalan A. Yani.
Tanpa kajian, tanpa musyawarah, dan tanpa kejelasan, pelapak disodori layout CFD baru. Taman Blambangan disebut akan “direvitalisasi”, tetapi di lapangan tidak ada papan nama proyek, tidak ada peta zonasi, dan tidak ada roadmap ekonomi.
BCM merasa bukan lagi didampingi, tetapi digiring. Karena itu, mereka mengadu ke Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK), yang dikomandani Hakim Said, untuk mendapatkan advokasi hukum dan perlindungan sosial.
BCM juga mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke DPRD Banyuwangi, berharap para wakil rakyat masih punya telinga dan hati.
“Kalau revitalisasi memang baik, kenapa harus menggusur pelapak yang sudah bertahun-tahun mandiri, bukan membebani APBD? Kalau mau membentuk zona ekonomi baru, ya paralel, bukan penggusuran,” ujar Rachmad Hidayat, Ketua BCM.
BCM tetap keukeuh pada semboyan mereka; “Nang Kene Wae!”
Karena di sinilah rakyat berdagang, roda perekonomian bergerak, tumbuh dan berkembang serta menjadi harapan hidup bernama UMKM dan pelaku ekonomi kreatif dibangun dengan keringat dan air mata bukan proposal./////