“Kami juga akan menerapkan sistem stiker untuk membedakan kendaraan berdasarkan tonase, sehingga kendaraan di bawah 35 ton bisa langsung masuk ke pelabuhan tanpa melewati buffer zone,” lanjut Rama.
Ia juga menambahkan, Pelabuhan Ketapang kini memprioritaskan kendaraan kecil, angkutan umum, serta kendaraan pengangkut BBM dan gas. Jalur sempit seperti Watu Dodol disebut sebagai titik rawan yang memperparah kemacetan saat terjadi pelanggaran lalu lintas oleh sopir.

General Manager ASDP Ketapang, Yannes Kurniawan, menjelaskan bahwa antrean panjang tak hanya disebabkan oleh pengelolaan ASDP, namun juga karena kepadatan jalur bersama dengan Pelindo dan ferry long-distance ke NTB.
“Memang antrian ini salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaiaan, ketidakseimbangan antara volume kendaraan yang datang dengan jumlah trip kapal yang beroperasi. Hari ini, LCM mengoperasikan 6 kapal, sementara MB mengoperasikan 19 kapal,” ujarnya.
Yannes menegaskan pentingnya sistem tiket dan manifest sesuai identitas pengemudi untuk mempercepat proses masuk ke pelabuhan. Ia juga membenarkan bahwa port link memang lebih cocok untuk truk berbadan besar namun berbobot ringan.
Kemacetan juga diperparah oleh faktor eksternal, seperti cuaca buruk dengan kecepatan angin lebih dari 30 knot yang membuat sejumlah kapal menunda keberangkatan demi keselamatan.
“Pelabuhan tidak tutup, tapi ada penundaan operasional kapal. Itu sangat memengaruhi antrean. Kami terus dorong agar semua kendaraan sudah bertiket dan data manifest lengkap,” tegasnya.
Sebagai solusi jangka panjang, pihak ASDP dan instansi terkait merancang pembangunan jalan atau jembatan yang menghubungkan langsung Bulusan ke dermaga LCM, untuk mengurangi beban antrean di MB.
Selain itu, dermaga MB 4 juga direncanakan untuk ditingkatkan kembali kapasitasnya menjadi 60 ton setelah sebelumnya dibatasi hanya 35 ton akibat faktor usia konstruksi./////