“Layanan tetap jalan, Pak. Tadi pagi saya instruksikan layanan tetap jalan. Hanya sebagian personil kantor yang ditugaskan naik ke Ijen,” ujar Syamsudin .
Namun, fakta di lapangan menyebutkan sebaliknya. Warga menyaksikan pelayanan PDL benar-benar tidak aktif pasca pukul 11.00 WIB. Bahkan di tempat lain seperti Samsat Benculuk, pelayanan disebut sudah tutup lebih awal dengan alasan akhir bulan.
Kritik tajam juga disampaikan Ketua Rumah Advokasi Kebangsaan Banyuwangi Hakim Said, yang menyatakan keputusan menutup layanan demi kegiatan pariwisata adalah pelanggaran terhadap prinsip dasar pelayanan public.
“Ini pelanggaran prinsip pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009. Pelayanan publik tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan promosi wisata atau seremoni. Apalagi kalau berdampak langsung ke hak-hak warga,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, mobilisasi ASN tanpa dasar urgensi pelayanan publik bisa masuk kategori pelanggaran administratif dan etika birokrasi. “Bukan sekadar soal tutup lebih awal. Ini mencerminkan manajemen ASN kita masih mengabaikan pelayanan dasar rakyat. Pemkab harus evaluasi. Tidak semua event harus dikorbankan dengan meninggalkan meja pelayanan,” tambah Hakim.
Rumah Advokasi Kebangsaan mendesak Ombudsman RI dan DPRD Banyuwangi agar melakukan evaluasi dan audit terhadap sistem manajemen ASN, khususnya di perangkat strategis seperti Bapenda. “Urusan pajak itu serius. Kalau gara-gara ‘tim hore’, pelayanan berhenti, rakyat yang rugi. Ini harus segera ditertibkan,” pungkasnya.//////