Banyuwangi, seblang.com – Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) kembali digelar dengan kemegahan parade busana dan atraksi budaya khas yang memukau. Ajang tahunan ini menjadi panggung bagi generasi muda untuk mengekspresikan kreativitas lewat kostum tematik yang sarat nilai tradisi.
Parade dibuka oleh Putri Indonesia 2025, Firsta Yufi Amarta Putri, yang tampil memukau dengan busana bertema “Sayu Wiwit – Burning Women’s Spirit” karya Deny Arthara, desainer asal Banyuwangi. Firsta baru saja menyabet gelar Miss Supranational Asia & Oceania 2025 dalam ajang Miss Supranational 2025 di Polandia.
Kemudian, ratusan penari Gandrung dan sendratari memvisualisasikan tema utama BEC tahun ini, “Ngelukat” – sebuah tradisi masyarakat suku Osing yang menggambarkan fase kehidupan manusia dari sebelum lahir hingga meninggal. Tradisi tersebut diterjemahkan melalui kostum rancangan desainer muda lokal, antara lain tema selapan (hamil tujuh bulan), mudun lemah (turun tanah), sunatan, hingga pernikahan.
“Setiap tradisi itu menghubungkan manusia dengan Tuhan, alam, dan leluhurnya. Ngelukat bukan sekadar ritual, tapi juga simpul budaya dan spiritual yang menyatu dalam kehidupan manusia,” ujar Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani.
“Dengan pertunjukan ini, Banyuwangi mengambil sikap bahwa budaya tidak untuk ditinggalkan. Tetapi untuk dikuatkan, didaur ulang, dan dihidupkan kembali dengan cara yang kreatif,” tambahnya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang turut hadir dan membuka acara, menyampaikan apresiasinya kepada Pemkab Banyuwangi dan seluruh masyarakat atas pelaksanaan BEC.
“Banyuwangi telah konsisten mengangkat budaya lokal menjadi kekuatan yang ditampilkan ke level nasional bahkan internasional. Terima kasih untuk semua tim kreatif Banyuwangi yang telah mempersembahkan karya terbaiknya,” kata Khofifah.
Menurutnya, BEC merupakan ajang yang merajut kekuatan budaya, sosial, dan ekonomi, tidak hanya untuk Banyuwangi, namun juga Jawa Timur dan Indonesia. “BEC menjadi kekuatan budaya dari Banyuwangi yang turut menguatkan peradaban bangsa,” ujarnya.
Parade BEC menempuh rute sepanjang 2,5 kilometer dari Taman Blambangan menuju Kantor Bupati. Peserta terdiri dari anak-anak hingga dewasa, masing-masing menampilkan interpretasi tema Ngelukat melalui busana unik dan atraktif.
Keunikan acara ini juga menarik perhatian wisatawan asing. Salah satunya Diego Manuel, turis asal Peru yang ikut berpartisipasi mengenakan busana pengantin Osing. “Saya sangat senang ikut parade ini dan mengenakan busana etnik Banyuwangi. Parade seperti ini mirip dengan karnaval Rio de Janeiro,” kata Diego.
BEC tahun ini kembali masuk dalam kalender pariwisata nasional *Kharisma Event Nusantara (KEN)*, dan telah empat kali berturut-turut menjadi bagian dari ajang bergengsi tersebut. Bahkan pada tahun lalu, BEC berhasil masuk jajaran 10 event terbaik.
“Event ini merupakan kebanggaan Indonesia, kebanggaan Kementerian Pariwisata juga. Tahun lalu, BEC berhasil menjadi 10 event terbaik. Dan ini bukan hal yang biasa,” ujar Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Inovasi Pariwisata, Masruroh.
Menurutnya, ada tiga faktor utama yang menjadikan BEC kembali terpilih dalam KEN, yaitu komitmen pimpinan daerah, pengangkatan kekuatan lokal, dan dampak positif terhadap budaya, sosial, serta ekonomi masyarakat. “BEC telah menjadi event nasional bahkan internasional yang menyedot banyak wisatawan. Kami berharap event ini bisa menginspirasi daerah lain,” ucap Masruroh.