Banyuwangi, seblang.com – Ratusan perempuan Banyuwangi dilibatkan dalam program edukatif untuk mengubah lahan tidak produktif menjadi sumber kehidupan. Program ini diinisiasi Wahid Foundation dengan dukungan Pemerintah Denmark, sebagai bagian dari penguatan ketahanan masyarakat desa terhadap dampak perubahan iklim.
Sebanyak 300 perempuan dari tiga desa di Banyuwangi menjadi peserta utama program bertajuk Penanaman Lahan Wanatani dan Peluncuran Eco Space Desa Damai Tangguh Perubahan Iklim. Peluncurannya dilakukan langsung oleh Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, dan ASEAN, H.E. Sten Frimodt Nielsen, di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, pada Selasa (8/7/2025).
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Bupati Banyuwangi Mujiono dan Managing Director Wahid Foundation, Siti Kholisoh. Program ditandai dengan penanaman 300 bibit pohon petai dan alpukat di lahan bekas tambang pasir seluas 3 hektar di Desa Bangsring. Penanaman ini menjadi simbol rehabilitasi ekologis sekaligus penguatan kapasitas masyarakat menghadapi perubahan iklim.
Dubes Denmark H.E. Sten Frimodt Nielsen menyatakan bahwa krisis iklim telah berdampak nyata terhadap kehidupan global, mulai dari gagal panen, banjir, hingga kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan respons yang inklusif dan menyeluruh.
“Kami percaya bahwa solusi berbasis kearifan lokal sangat penting untuk menjawab tantangan ini secara efektif,” ungkapnya.
Ia mengaku bangga bisa menjadi bagian dari program yang memanfaatkan kearifan lokal seperti yang dilakukan di Banyuwangi. Menurutnya, pengelolaan lahan secara agroforestry yang melibatkan perempuan secara aktif adalah langkah konkret dalam menjawab tantangan perubahan iklim dan memperkuat ketahanan pangan.
“Kami akan mengedukasi bagaimana lahan tidak produktif ini menjadi pertanian terpadu yang mendukung ketahanan pangan dan melibatkan perempuan dalam posisi yang strategis,” tambah Nielsen.
Sementara itu, Managing Director Wahid Foundation, Siti Kholisoh, menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari proyek WE CARE (Women Empowering Communities Against Rising Environmental Threats). Sebanyak 300 perempuan dari tiga desa—Desa Bangsring (Kecamatan Wongsorejo), Desa Grajagan (Kecamatan Purwoharjo), dan Desa Barurejo (Kecamatan Siliragung)—ikut serta dalam program ini.
Di Desa Bangsring, lahan wanatani seluas 3 hektar memanfaatkan bekas tambang pasir yang sebelumnya tidak produktif. Para perempuan akan didampingi oleh perguruan tinggi mitra, mulai dari proses pembibitan, budidaya, hingga panen. Program pendampingan ini akan berlangsung hingga September 2025.
“Dalam mengelola lahan tersebut, para perempuan akan didampingi oleh perguruan tinggi yang menjadi mitra. Mulai dari pembibitan, hingga budidaya dan panen,” jelas Siti Kholisoh.
Selain itu, dalam program Eco Space masyarakat—khususnya kaum perempuan—juga mendapat edukasi dan pelatihan tentang budidaya tanaman sayur, beternak, serta pembuatan pupuk organik dari limbah rumah tangga dan kotoran ternak.
“Tujuan program ini untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi keluarga,” lanjutnya.
Wakil Bupati Banyuwangi Mujiono turut mengapresiasi inisiatif ini. Ia menyebut program tersebut sebagai langkah konkret menghadapi tantangan perubahan iklim dengan pendekatan berbasis masyarakat dan kearifan lokal.
“Kegiatan ini adalah bentuk ikhtiar nyata untuk memulihkan kembali lingkungan berbasis *local wisdom*. Tempat ini akan jadi pusat edukasi, dialog, dan aksi lingkungan bagi masyarakat Banyuwangi. Harapannya ini terus berkelanjutan,” kata Mujiono.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Denmark dan Wahid Foundation atas kepercayaan untuk menjalankan program tersebut di Banyuwangi.///////