Banyuwangi, seblang.com – BPJS Kesehatan Cabang Banyuwangi mengimbau seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk tidak menunda pembayaran iuran. Pasalnya, keterlambatan bisa berujung pada denda layanan yang nilainya tidak sedikit, terutama jika peserta langsung menggunakan layanan rawat inap setelah status keanggotaannya kembali aktif.
Kepala BPJS Kesehatan Banyuwangi, Titus Sri Hardianto, menegaskan bahwa aturan mengenai denda layanan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 yang telah mulai berlaku sejak 8 Mei 2024.
Peserta yang menunggak dan mengaktifkan kembali keanggotaannya akan dikenai denda jika menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu 45 hari sejak status aktif kembali.
“Karena itu kami imbau peserta untuk rutin membayar iuran tepat waktu. Jika sampai menunggak lalu mendadak butuh layanan rawat inap, maka denda akan dikenakan. Ini untuk menjamin keberlangsungan program dan keadilan antar peserta,” ujar Kepala BPJS Kesehatan Banyuwangi, Titus Sri Hardianto, Minggu (6/7).
Besaran denda dihitung sebesar 5 persen dari estimasi biaya layanan berdasarkan diagnosa awal dan prosedur medis (INA-CBGs), dikalikan jumlah bulan tunggakan. “Tunggakan maksimal yang dihitung adalah 12 bulan, dengan batas tertinggi denda Rp 20 juta,” jelasnya.
Titus menambahkan, denda bukan dikenakan atas keterlambatan itu sendiri, melainkan atas penggunaan layanan kesehatan selama masa observasi pasca-aktif. Hal ini penting dipahami agar peserta tidak merasa kaget atau bingung ketika menghadapi kondisi darurat.
“Jangan tunggu sakit untuk aktifkan BPJS. Pastikan iuran tetap berjalan agar tidak terkena denda saat benar-benar butuh pelayanan,” imbaunya.
Titus juga menyampaikan bahwa ada pengecualian terhadap aturan ini. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI JK), serta peserta mandiri yang seluruh iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah (PBPU BP Pemda), tidak dikenai denda layanan. Sementara bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), tanggung jawab pembayaran denda berada di tangan pemberi kerja.
“Kalau iuran dibayar rutin, peserta tak perlu khawatir soal denda. Kami ingin masyarakat memahami pentingnya kepesertaan aktif sebagai perlindungan jangka panjang,” katanya.
Penanganan peserta yang terkena denda juga sudah diatur secara transparan di fasilitas kesehatan. Petugas Informasi Penanganan dan Pengaduan (PIPP) RS Yasmin, Sri Indah Yani, menyampaikan bahwa status kepesertaan pasien akan diperiksa secara digital melalui sistem yang terintegrasi dengan data BPJS Kesehatan.
“Begitu terdeteksi ada masa denda, kami lakukan pemeriksaan rekam medis dan diagnosa awal. Setelah jumlah dendanya dihitung, pasien atau keluarga akan kami beri penjelasan secara langsung,” ujar Indah.
Penjelasan diberikan secara transparan, mulai dari dasar hukum, besaran denda, hingga alasan pengenaan sanksi. Pasien juga diberikan ruang untuk bertanya atau meminta klarifikasi.
“Kami ingin proses ini berjalan nyaman dan jelas bagi pasien. Dan tentu saja, harapan kami, peserta bisa lebih disiplin dalam membayar iuran agar situasi seperti ini tidak terjadi,” tutupnya.