Desak Akses Pemanfaatan Lahan Perhutani, Masyarakat Desa Hutan Kluncing Dapat Dukungan DPRD Banyuwangi

by -18 Views
Writer: Teguh Prayitno
Editor: Herry W. Sulaksono

Banyuwangi, seblang.com – Komisi II DPRD Banyuwangi menggelar hearing bersama Lembaga Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) dan perwakilan masyarakat Dusun Bedengan, Desa Kluncing, Kecamatan Licin, untuk membahas akses pengelolaan lahan Perhutani oleh warga setempat.

Namun, dalam forum yang berlangsung di ruang rapat khusus dewan pada Rabu (18/6/2025) itu, pihak Perhutani absen tanpa keterangan jelas.

Ketua Komisi II DPRD Banyuwangi, Emy Wahyuni Dwi Lestari, menyayangkan ketidakhadiran Perhutani. “Kami sudah bersurat, namun tidak ada konfirmasi. Hearing ini akan kami jadwalkan ulang dengan melibatkan pihak Perhutani, termasuk dari Dinas Kehutanan Provinsi Jatim,” ujarnya.

Emy menyatakan DPRD mendukung upaya pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan masyarakat, selama dilakukan dengan sistem dan aturan yang jelas.

“Menurut peraturan yang sempat kami baca, lahan hutan tersebut bisa dimanfaatkan, tapi akan kita gali lagi prosesnya seperti apa, bagi hasilnya bagaimana. Karena harus ada sharing supaya tidak ada pihak yang dirugikan,” tutur politisi Partai Demokrat ini.

Hearing ini dihadiri pula oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi Ilham Juanda, Camat Licin Iwan Yos Sugiharto, dan Kepala Desa Kluncing, Sumawi. Mereka mendengarkan langsung aspirasi warga yang selama ini menggantungkan hidup dari lahan di sekitar kawasan hutan lindung.

Ketua GERAK Banyuwangi, Sulaiman Sabang S.H., menyebut ketidakhadiran Perhutani sebagai bentuk sikap tidak kooperatif. Ia mengungkapkan, dalam sebulan terakhir terdapat aksi pencabutan tanaman warga oleh Asper (Asisten Perhutani) di lokasi yang dipersoalkan.

“Padahal warga hanya ingin memanfaatkan lahan, bukan memiliki. Mereka ingin menanam demi mengangkat taraf hidup. Tapi justru diintimidasi,” ujar Sulaiman.

Menurutnya, perlakuan ini bertolak belakang dengan semangat pelestarian hutan dan kesejahteraan rakyat. “Kalau masyarakat dibiarkan menanam, mereka ikut menjaga pohon. Kalau dilarang, ya mereka tidak peduli. Peraturan harus berpihak pada rakyat, bukan sekadar jadi tameng,” tegasnya.

Kepala Desa Kluncing, Sumawi, menambahkan bahwa sekitar 70 persen warganya tidak memiliki lahan pertanian sendiri dan sangat bergantung pada kawasan hutan di sekeliling desa. Ia menegaskan, permintaan warganya bukan untuk memiliki, melainkan sebatas menumpang tanam. “Kami butuh lahan tumpangsari, bukan kepemilikan. Desa kami minus, kalau tidak diberi ruang untuk memanfaatkan hutan, mau sejahtera dari mana?” katanya.

Ia juga menyinggung ketimpangan perlakuan, di mana hasil hutan seperti bambu bisa dijual oleh perhutani, namun warga sekitar justru hanya menjadi penonton dan tidak diberi akses menanam. “CSR dari Perhutani juga belum pernah kami rasakan. Lalu bagaimana masyarakat bisa maju?” ujarnya.

Hearing ini juga menampilkan kesaksian warga lain, seperti Toriman, warga petani dari kawasan Malangsari yang sukses bekerja sama dengan Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Ia menuturkan bagaimana dirinya bisa mengelola 8 hektare lahan di hutan lindung lewat skema kemitraan. “Sekarang kami sejahtera. Hasil kopi tiap tahun cukup untuk hidup. Harusnya warga Kluncing juga diberi kesempatan seperti itu agar mereka dapat hidup lebih sejahtera,” kata Toriman./////

iklan warung gazebo