Plastik Dibatasi, UMKM Bambu Papring Banyuwangi Bangkit Lagi

by -17 Views
Writer: Teguh Prayitno
Editor: Herry W. Sulaksono

Banyuwangi, seblang.comĀ – Pembatasan penggunaan kantong plastik sekali pakai yang diberlakukan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani membawa angin segar bagi pelaku UMKM kerajinan bambu di Lingkungan Papring, Desa/Kecamatan Kalipuro. Sentra kerajinan yang sempat mati suri ini kini kembali menggeliat, seiring lonjakan permintaan produk bambu sebagai alternatif ramah lingkungan.

“Sejak ada kebijakan pengurangan kantong plastik, permintaan besek dan produk bambu lainnya langsung naik. Warga jadi semangat lagi bikin kerajinan,” kata tokoh masyarakat Papring, Widie Nurmahmudy, Senin (2/6).

Menjelang Idul Adha, besek—wadah anyaman bambu pengganti kantong plastik—menjadi primadona. Produk ini banyak diburu warga untuk membungkus daging kurban.

“Sebulan terakhir permintaan tinggi sekali. Warga di sini bisa produksi 5.000 sampai 7.000 besek tiap bulan,” jelas Widie.

Kenaikan permintaan turut mendongkrak harga. Jika dulu harga besek cenderung sama meskipun ukurannya berbeda, kini harga ditentukan berdasarkan ukuran.

“Sekarang harganya antara Rp2.500 sampai Rp3.000 per biji, tergantung besar kecilnya,” tambahnya.

Para perajin pun merasakan langsung dampaknya. Mairoh, salah satu pembuat besek, mengaku nyaris tak pernah kehabisan pembeli. Dalam sehari, ia bisa menuntaskan 30 hingga 50 besek, dan semuanya langsung laku.

“Sudah ada yang ambil setiap hari. Nggak susah jualan sekarang,” ujarnya.

Ia bersyukur, tren positif ini memberi tambahan penghasilan bagi keluarganya. Besek ukuran besar yang dijual lebih mahal memberi keuntungan lebih besar pula.

Papring sendiri bukan nama asing dalam dunia kerajinan bambu di Banyuwangi. Nama ini merupakan singkatan dari *panggonane pring* alias tempatnya bambu. Pada era 60-an hingga 90-an, hampir semua warga menggantungkan hidup dari anyaman bambu.

Namun sejak tahun 2000, industri ini menurun drastis. Masuknya produk plastik dan perubahan gaya hidup membuat banyak perajin gulung tikar. Dari sekitar 60-80 persen warga yang dulunya perajin, hanya tersisa 10 persen yang bertahan.

Kini, situasinya berbalik. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan dukungan kebijakan pemerintah membuka peluang baru. Warga Papring kembali bangkit menekuni kerajinan bambu.

“Sekarang hampir semua warga terlibat lagi. Ada sekitar 80 keluarga yang kembali membuat aneka produk bambu. Nggak cuma besek, tapi juga tas, capil, gedek, dan lain-lain. Total ada sekitar 20 jenis produk yang dihasilkan,” terang Widie.

Produk-produk tersebut tak hanya digunakan untuk kebutuhan lokal, tapi juga mulai merambah pasar luar daerah.//////

iklan warung gazebo