Salah satu menu wajib yang selalu hadir adalah Pecel Pitik, sajian ayam kampung panggang berbumbu kelapa parut dan rempah tradisional. Hidangan ini menjadi identitas kuliner kuat bagi masyarakat Osing.
“Dalam satu keluarga bisa menyiapkan tiga hingga lima tumpeng. Biasanya mereka juga mengundang keluarga dari luar desa untuk ikut serta,” ujar Mastuki, warga Kemiren yang ikut memeriahkan acara.
Ketua Adat Osing Kemiren, Suhaimi, menyebut Tumpeng Sewu sebagai warisan leluhur yang terus dilestarikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan.
“Selain makan bersama, ada tradisi Mepe Kasur, yaitu menjemur kasur di depan rumah pada pagi hingga siang hari. Ini simbol membersihkan diri dan hati,” jelasnya.
Perayaan tak berhenti sampai malam. Menjelang tengah malam, warga berkumpul kembali untuk mengikuti Mocoan Lontar Yusup, yaitu pembacaan naskah kuno yang mengisahkan perjalanan hidup Nabi Yusuf. Kegiatan ini berlangsung semalam suntuk, menambah kekhidmatan dalam kemeriahan.///////