SPMB 2025 di Banyuwangi Bikin Orang Tua Dag Dig Dug : Nilai Rapor Tinggi Belum Tentu Lolos Jalur Prestasi

by -91 Views
Writer: Teguh Prayitno
Editor: Herry W. Sulaksono
Salah satu data penerimaan jalur prestasi nilai raport di salah satu SMP Negeri di Banyuwangi. Nilai lebih kecil diterima daripada nilai yang lebih besar dengan adanya pembatasan kuota setiap asal sekolah dasar

Banyuwangi, seblang.com – Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di Banyuwangi membuat jantung para orang tua siswa dag dig dug. Khususnya pada jalur prestasi berdasarkan nilai rapor, meskipun anak mereka memiliki nilai tinggi, belum tentu diterima di sekolah tujuan.

Hal ini disebabkan oleh sistem seleksi yang menggunakan kombinasi antara nilai akademik dengan kebijakan kuota dari masing-masing sekolah asal. Ketentuan tersebut membuat proses seleksi tidak hanya bergantung pada nilai semata, namun juga distribusi asal siswa dan daya tampung sekolah tujuan.

“Nilai Raport ini kan 15% dari pagu. Misal kuota SMPN ada 100 pagu, maka jalur rapot akan diambil 15 siswa,” jelas salah satu operator SPMB di salah satu SMP Negeri di Banyuwangi, Senin (26/5/2025).

Selanjutnya ada proses seleksi dari nilai raport. Setiap SD diberi kuota 10% dari kuota nilai raport. “Belum tentu nilai raport besar diterima. Karena ada kuota setiap sekolah dasar. Jika kuota asal sekolahnya sudah terpenuhi, meski nilai siswanya tinggi, maka tetap tidak bisa diterima. Bahkan, ia tergeser dengan siswa yang nilainya lebih kecil, karena kuota SD asal siswa tersebut belum terpenuhi,” jelasnya.

Hal ini, kata dia, untuk meminimalisir kecurangan yang dilakukan pihak sekolah dasar yang kerap memberikan nilai raport tinggi kepada siswa didiknya.

“Dulu pernah kejadian, satu SMP favorit dipenuhi rombongan dari salah satu sekolah dasar, karena nilai raportnya tinggi-tinggi. Tetapi setelah dites, siswanya tidak bisa apa-apa,” ujarnya.

Ia menambahkan, jalur domisili bisa menjadi salah satu alternatif bagi siswa yang belum mendapatkan sekolah. Kuotanya pun lebih besar, yakni 40% dari pagu sekolah. “Jika pakai jalur domisili, dipilih yang terdekat,” tutupnya.

Sementara itu, banyak orang tua siswa yang kecewa. Menurutnya, sistem ini tidak adil. “Bagaimana jika SD tersebut memiliki jumlah rombongannya banyak kelas,” tanyanya.

“Jujur saja, kami tidak tahu harus bagaimana. Kalau dulu cukup belajar dan punya nilai akhir bagus yang bisa menyesuaikan dengan kemampuan untuk sekolah favorit atau tidak. Jika sekarang ribet dan bikin mumet,” keluh salah satu wali murid./////////

iklan warung gazebo