Malang, seblang.com – Amartya sebuah organisasi yang berlokasi di Ibu Kota Kabupaten Malang, Kepanjen bergerak di bidang sosial, budaya dan kearifan lokal ingin melihat dari dekat potensi yang ada di Desa Pamotan Kecamatan dampit Kabupaten Malang. Yang pertama adalah sumber mata air Umbulan terletak di Dusun Umbulrejo Desa Pamotan Kecamatan Dampit Kabupaten Malang ini mengimpan sumber air yang cukup melimpah dan potensi wisata yang perlu mendaatkan perhatian dari Pemerintah.
Terletak pada ketinggian 485 meter diatas permukaan laut, potensi wisata yang disajikan sumber air Umbulan ini masih tergolong sederhana selain keberadaan embung, juga terdapat satu kolam mata air dan satu kolam untuk anak anak tanpa ada fasilitas fasilitas permainan lain di area wisata tersebut.
Dari pintu masuk menuju arah kolam terdapat fasilitas Musolla yang lumayan bagus yang di satu sudutnya terdapat prasasti tanda tangan peresmian oleh Bupati Malang Rendra Kresna dengan komunitas jeepnya, sepertinya mantan Bupati Malang tersebut pernah mengunjungi wisata mata air Umbulan ini. Sedangkan di samping mushola tersebut terdapat sebidang tanah yang dikelilingi pagar dari besi dan bangunan pengimpan air dan mengalirkan air ke pelanggan sekitar hasil Kerjasama Perumda Tirta Kanjuruhan dengan Perhutani karena mata air Umbulan sebagian tanahnya milik Perhutani.

Sedangkan di sudut yang terdapat Padepokan yang oleh sebagian masyarakat pada hari hari tertentu dipakai untuk kegiatan spriritual yang konon katanya wilayah sumber mata air Umbulan menyimpan sejarah masa lampau dan aura mistis sehingga menjadi tempat ritual dan ngaji.
Menurut warga Dusun Umbulrejo yang biasa berkegiatan di mata air Umbulan Dwi Cahyono mengungkapkan untuk pemanfaatan air dari sumber Umbulan ini ada beberapa wilayah di sekitar Desa Pamotan dan sekitarnya.
“Kalau untuk jangkauan pemanfaatan sumber air Umbulan ini menurut informasi dari pengelola dalam hal ini PDAM (sebutan dari Perumda Tirta Kanjuruhan) mencapai 5.918 sambungan rumah, untuk kualitas airnya sangat bagus dan jernih serta tidak berbau,” ungkap Dwi Cahyono.
Berbicara wisata tidak lupa pasti ada pedangan, dimana pedagang yang berjualan di area wisata sumber mata air Umbulan berlokasi diatas sumber dengan model gazebo berjejer para pedagang menawarkan makanan dan minuman pada wisatan yang berkunjung.
Salah satu pedagang yang mengadu Nasib di Lokasi tersebut, Sudarti menyampaikan, semua wisatan yang berkunjung ke sini (Umbulan) tidak ditarik biaya masuk maupun biaya parkir.
“Tidak ada biaya masuk untuk wisatawan yang berkunjung kesini maupun biaya parkir, cukup nyemplungno duwek sak iklase dek (cukup memasukkan uang sekedarnya) di kotak amal yang ada di pintu keluar,” terang Sudarti.
Berbicara akses masuk dari jalan raya utama menuju Kecamatan dampit, akses sudah cukup baik dengan jalan aspal walaupun belum sehingga saat berpapasan sesame kendaraan roda empat harus saling meminggirkan kendaraannya.
Sedangkan kunjungan kedua jejak kearifan lokal Amartya melihat potensi agro wisata hortikultura manggis yang berawal oleh seorang Bernama Kusdi peraih Piagam Penghargaan Kalpataru di jalan Presiden Suharto tahun yang mendiami kebun manggis dan durian selaus 1,4 hektar, keberadaan Kusdi penerima Kalpatu tahun 1982 memang memang belum banyak diketahui masyarakat sekitar.
Tongkat estafet pelestarian lingkungan itu dipegang oleh Hari Subandono (64), putra Pak Kusdi. Di lahan warisan seluas 1,4 hektar, Hari melanjutkan tradisi menanam dan merawat pohon manggis. Bukan sekadar mencari keuntungan ekonomi, Hari menjaga amanat sang ayah mertua untuk melestarikan lingkungan.
“Awalnya mempertahankan warisan berupa pohon manggis untuk lingkungan itu berat,” terang Hari.
Memang banyak warga sekitar yang menyarankan untuk menebang dan menanam komoditas lain yang lebih cepat menghasilkan. “Tapi saya berpikir, sayang jika saya menanam, lalu anak saya nanti menebang. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tanggung jawab moral.” ungkapnya
Hari tak hanya meneruskan warisan pohon manggis, tetapi juga mengembangkannya dengan sentuhan modern. Ia menerapkan sistem tumpangsari untuk meningkatkan efisiensi lahan dan pendapatan. Komitmennya yang kuat untuk menjaga kelestarian lingkungan telah menginspirasi warga sekitar.
“Kita harus pandai bersyukur, hanya perlu merawat dan melestarikan apa yang sudah ada.” tandas Hari.
Filosofi sederhana namun dalam ini menjadi kunci keberhasilannya dalam menjaga keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan.
Kisah Hari Subandono bukan sekadar cerita petani sukses. Ini adalah kisah tentang warisan, tanggung jawab, dan komitmen untuk menjaga lingkungan.
Warisan Kalpataru yang terus hidup dan berkembang, berkat dedikasi seorang putra yang meneruskan jejak sang pelopor lingkungan yang kisahnya menginspirasi lebih banyak orang untuk turut serta menjaga kelestarian alam Indonesia.//////