Banyuwangi, seblang.com – Di tengah hiruk pikuk zaman modern, masyarakat Cungking Kelurahan Mojopanggung Kecamatan Giri Banyuwangi tetap teguh menjaga, memelihara dan melestarikan tradisi warisan para leluhurnya.
Salah satu ritual paling sakral yang dilaksanakan adalah Ritual Resik Kagungan yang merupakan sebuah prosesi pembersihan pusaka peninggalan Buyut Cungking yang digelar setiap bulan Rajab. Ritual tersebut dilaksanakan dengan khidmat pada Minggu siang (12/01/2025).
Prosesi Resik Kagungan diawali dengan doa bersama dan menyantap jenang Wonopuro sebagai simbol permohonan maaf kepada para leluhur. Kemudian dilanjutkan dengan pembersihan pusaka Buyut Cungking leluhur masyarakat setempat.
Pusaka-pusaka peninggalan Buyut Cungking atau Ki Wongso Karyo antara lain berupa; Tombak, Keris Kagungan, Sangku, Layang, Sirip Ikan Agung, Endog Kebo, Krikil Swargo, Krikil Madinah, Tepung Gelang, dan Grito, dikeluarkan dari Tajug dengan penuh hormat.
Khusus untuk pusaka Tombak, pembersihan menggunakan bahan khusus yakni jeruk nipis, bubuk katul, dan serutan bambu. Sementara pusaka lain dibersihkan dengan air yang nantinya diperebutkan warga karena dipercaya membawa tuah.
“Tombak Gagak Rimang ini pusaka Buyut Cungking yang spesial. Konon dulu terdapat dua tombak, satu dipegang Presiden Soekarno dan satu lagi di Cungking ini,” ujar Jam’i, Juru Pelihara Makam Buyut Cungking sembari membersihkan tombak.
Ritual Resik Kagungan telah berlangsung turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Buyut Cungking merupakan tokoh yang sangat dihormati di kalangan masyarakat Cungking, dipercaya sebagai pendiri desa dan memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah tersebut.
Pusaka-pusaka yang dibersihkan dalam ritual ini dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan menjadi simbol kesatuan masyarakat.
Selain sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, Ritual Resik Kagungan juga memiliki makna yang lebih dalam dan dipercaya dapat membawa berkah, keselamatan dan kesejahteraan bagi masyarakat Cungking.
Proses pembersihan pusaka dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti jeruk nipis, katul dan bambu mengandung makna yang mendalam tentang penyucian diri dan penyucian benda-benda sakral.