Situbondo, seblang.com – Di balik keindahan alam Situbondo, tersimpan beragam tradisi unik yang telah diwariskan turun-temurun. Salah satunya adalah tradisi Adheng Sandheng Sarong yang masih kental terasa di Dusun Karang Kenek (KK26), Desa Olean Kecamatan Situbondo Kabupaten Situbondo.
Tradisi ini bukan sekadar kebiasaan semata, melainkan mengandung nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan spiritualitas dan penghormatan terhadap nilai-nilai agama.
Adheng Sandheng Sarong merupakan tradisi di mana para santri, mayoritas penduduk Dusun Karang Kenek, mengalungkan sarung mereka di pundak setelah pulang dari pengajian.
Cara unik ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap kesucian sarung yang digunakan untuk beribadah. Diyakini, dengan cara ini, sarung akan terjaga kebersihannya dan siap digunakan kembali untuk beribadah.
Uniknya, Dusun Karang Kenek memiliki jumlah kepala keluarga yang konstan, yakni 26. Angka 26 ini dianggap sakral dan menjadi simbol bagi seluruh Desa Olean.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, jumlah kepala keluarga yang tetap 26 adalah takdir alam yang tidak bisa diubah. Bahkan, desa Olean secara keseluruhan memiliki 26 RT dan 6 dusun, seakan-akan angka 26, begitu melekat pada identitas desa ini. Bahkan Dusun Karang kenik yang memiliki jumlah 26 Kepala Keluarga terletak di RT 2 RW 6.
Tradisi Adheng Sandheng Sarong dan misteri angka 26 ini tentu menyimpan makna mendalam bagi masyarakat Desa Olean. Tradisi ini tidak hanya mengajarkan tentang kebersihan dan kesucian, tetapi juga tentang pentingnya menjaga nilai-nilai agama dan budaya. Angka 26, di sisi lain, menjadi simbol kesatuan dan kekompakan masyarakat Desa Olean.
Dalam era modernisasi seperti sekarang ini, upaya pelestarian tradisi Adheng Sandheng Sarong dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi semakin penting. Generasi muda diharapkan dapat meneruskan tradisi ini dan memahami makna di balik setiap ritual yang dilakukan.
Ansori Kepala Desa Olean mengatakan keunikan tradisi Adheng Sandheng Sarong dan misteri angka 26 ini dapat dijadikan sebagai potensi wisata budaya. Dengan mengangkat kearifan lokal yang dimiliki, Desa Olean dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung dan mempelajari lebih lanjut tentang tradisi-tradisi unik yang ada di sini.
“Tradisi Adheng Sandheng Sarong ini adalah warisan berharga dari nenek moyang kami. Kami akan terus melestarikannya agar generasi mendatang tetap mengenal dan menghargainya,” ujar Ansori Kepala Desa Olean, Kamis, (26/12/2024).
Sementara itu Zainal Abidin salah satu pemuda yang tinggal di Dusun KK26 juga sedikit menceritakan Tradisi Adheng Sandheng Sarong di Desa Olean.
“Dulu, waktu saya masih kecil, semua anak laki-laki di sini pasti mengalungkan sarung setelah mengaji. Itu sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun. Adheng sandheng sarung itu bukan hanya sekadar kebiasaan, tapi juga tanda bakti kami pada agama, dan sampai hari ini kami masih melestarikan adat Adheng Sandheng Sarong, Kami berharap tradisi Adheng Sandheng Sarong ini bisa semakin dikenal oleh masyarakat luas,” ujar salah satu Pemuda Dusun KK26.
Lebih lanjut ia mengatakan, angka 26 itu sudah menjadi bagian dari hidup warga Dusun KK 26. “Dulu, nenek moyang kami pernah bilang, jumlah keluarga di sini tidak bisa lebih dari 26, orang-orang di sini padahal sangat ingin banyak tetangga dan keluarga baru yang bisa menetap di lingkungan ini. Saya sudah tinggal di sini sejak lahir, dan jumlah kepala keluarga memang selalu 26, akan tetapi jumlah kepala keluarga terkadang juga kurang dari 26,” pungkasnya.///////