Blitar, seblang.com – Debat kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Blitar yang berlangsung pada, Senin malam (4/11/2024) di Kampung Coklat, Kademangan, berakhir dengan ketegangan setelah Pasangan Calon (Paslon) 01 memutuskan untuk walk out. Keputusan ini menarik perhatian publik dan mengundang kritik tajam terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar, yang dinilai gagal mengendalikan jalannya debat.
Debat dengan tema “Meningkatkan Pelayanan Masyarakat dan Menyelesaikan Persoalan Daerah” awalnya diharapkan menjadi ajang bagi masyarakat untuk menilai visi-misi dan program kerja kedua paslon.
Pasangan calon Rini Syarifah-Abdul Ghoni (dikenal sebagai RINDU) membuka debat dengan memaparkan visi pembangunan berkelanjutan, komitmen untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, dan tata kelola pemerintahan yang baik guna menciptakan layanan publik yang responsif.
Ketegangan mulai terlihat ketika Paslon RINDU menyampaikan moto pembangunan berkelanjutan. Di tengah presentasi mereka, beberapa pendukung paslon lain menuduh RINDU membawa catatan tambahan yang dianggap melanggar aturan debat. Tuduhan ini memicu protes dari tim RINDU, sehingga yel-yel dari kedua kubu pendukung pun memenuhi ruangan, yang kemudian mengabaikan tata tertib yang telah ditetapkan KPU.
Nur Muklisin, Liaison Officer (LO) dari tim pemenangan RINDU, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelaksanaan debat yang dinilai kurang profesional. “KPU sebelumnya telah mengizinkan paslon membawa catatan dan bahan tambahan berupa slide presentasi untuk memperjelas visi-misi mereka. Namun tiba-tiba, aturan berubah di tengah debat, ini membingungkan kami dan masyarakat,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa visualisasi data yang disiapkan bertujuan agar masyarakat lebih mudah memahami visi-misi RINDU. Muklisin menegaskan bahwa aturan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 1363 seharusnya dipatuhi untuk menjaga fokus pada penyampaian visi-misi dan pendalaman program kerja, bukan teknis aturan.
“Ini bukan sekadar pidato. Debat seharusnya menjadi sarana penyampaian data konkret yang dapat memperjelas pilihan masyarakat,” imbuhnya.
Ketegangan kian meningkat saat suasana debat semakin tidak terkendali. Yel-yel yang menjatuhkan lawan serta atribut kampanye yang dilarang dalam tata tertib KPU malah terlihat dipakai oleh beberapa pendukung.
KPU dinilai gagal menjaga netralitas dan membiarkan berbagai pelanggaran terjadi tanpa teguran atau tindakan. Tidak hanya itu, aturan yang berubah-ubah juga dianggap merusak fokus debat, yang seharusnya menjadi ajang pemaparan visi dan misi para calon, bukan ajang perdebatan teknis tentang aturan.
Keputusan walk out dari Paslon 01 menjadi puncak ketegangan malam itu. Merasa ketidakkonsistenan aturan merugikan mereka dan mengganggu fokus debat, Paslon 01 memilih meninggalkan panggung sebagai bentuk protes.
Ketua KPU Blitar, Sugino, mengaku kecewa atas ketidakmampuan menjaga stabilitas dan ketertiban acara. Dalam sambutannya, Sugino awalnya menyampaikan harapan agar debat dapat berlangsung damai dan tertib sehingga dapat memberikan wawasan yang jelas bagi masyarakat untuk menentukan pilihan mereka pada Pilkada Blitar yang akan datang.
“Debat ini penting agar masyarakat Blitar bisa melihat lebih dekat siapa calon pemimpin mereka, tapi sayangnya kondisi malam ini membuat kami terpaksa menghentikan debat,” ujar Sugino dengan nada kecewa.
Ketidakberhasilan debat ini menimbulkan kekecewaan luas dari masyarakat yang merasa kehilangan momen penting untuk mendengarkan pemaparan calon pemimpin mereka secara langsung. Selain itu, publik juga menyoroti besarnya anggaran yang dikeluarkan negara untuk penyelenggaraan acara debat, yang dianggap sia-sia mengingat acara harus dihentikan di tengah jalan.
Banyak pihak mendesak KPU Blitar untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan debat ini agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Kritikan juga mengalir dari berbagai pihak terkait ketidakmampuan KPU Blitar dalam menjamin ketertiban acara yang seharusnya berlangsung kondusif.
Di media sosial, masyarakat Blitar ramai mengomentari insiden ini dan mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap penyelenggara. “KPU seharusnya bisa menjaga ketertiban, apalagi ini momen penting bagi masyarakat untuk melihat kualitas calon secara terbuka,” tulis seorang pengguna media sosial.
Kritikan juga datang dari kalangan pengamat politik yang menilai bahwa ketegasan dan profesionalisme KPU sangat penting dalam memastikan bahwa setiap paslon memiliki kesempatan yang setara untuk menyampaikan program kerja mereka tanpa gangguan.
Beberapa pihak berharap agar KPU lebih tegas dalam menjaga ketertiban dan konsisten dalam menerapkan aturan, terutama dalam debat publik yang melibatkan kepentingan masyarakat luas.
Diharapkan, evaluasi ketat terhadap tata tertib dan mekanisme pelaksanaan debat akan dilakukan, serta adanya komitmen dari pihak KPU untuk menghadirkan debat yang lebih tertib dan berorientasi pada pemaparan program kerja. Sehingga, pada debat berikutnya, masyarakat bisa menyaksikan pemaparan yang lebih substansial dan konstruktif, tanpa harus terganggu oleh perdebatan teknis atau pelanggaran aturan.