Banyuwangi, seblang.com – Fakta-fakta dugaan pemalsuan dokumen Akta Hibah yang merugikan Sulfia Irani oleh terdakwa Agus Sudirman, mantan suaminya, mulai terungkap dalam sidang lanjutan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Selasa (6/8/2024).
Jaksa Penuntut Umum menghadirkan lima saksi, termasuk Notaris PPAT Fanny Yulistianto Setiabudi, S.H., M.M., M.Kn. sebagai pejabat pembuat akta hibah-hibah tersebut, dan korban Sulfia Irani.
Di hadapan Majelis Hakim, Sulfia Irani menegaskan bahwa dia tidak pernah menyetujui dan menandatangani akta-akta hibah harta gono-gini selama perkawinannya dengan terdakwa. Sebagian besar aset tersebut kini telah beralih nama kepada empat anak terdakwa dari pernikahan pertamanya.
“Saya tidak pernah menandatangani akta-akta hibah tersebut,” kata Sulfia Irani dengan tegas sembari memberikan contoh tandatangan pembanding yang ditulis di hadapan Majelis Hakim.
Dugaan pemalsuan tanda tangan ini diperkuat hasil pemeriksaan grafonomi kriminalistik oleh Polda Jatim terhadap sejumlah Akta Hibah yang dibuat oleh Notaris Fany Yulistianto Setiabudi yang berkantor di Jalan Gajah Mada, Penataban, Giri, Banyuwangi.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tanda tangan pada dokumen-dokumen tersebut berbeda dan tidak identik dengan tanda tangan asli Sulfia Irani.
Sementara itu, Fanny pejabat notaris bersangkutan dicecar berbagai pertanyaan oleh Majelis Hakim terkait proses pembuatan akta-akta hibah tersebut.
“Benar tidak itu tanda tangan Sulfia Irani?” tanya Ketua Majelis Hakim Dr. I Gede Yuliarta kepada Fanny yang telah menjadi Notaris PPAT sejak 2009. “Karena saksi korban ini membantah itu tanda tangannya.”
Fanny menjawab,” Berkas Akta-akta hibah itu dibawa Wahyudi (mantan staf notarisnya) dan Dimas (rekan terdakwa). Katanya dibawa ke rumah Pakis untuk ditandatangani Sulfia Irani dan Agus Sudirman”.
“Berarti Anda tidak dapat memastikan itu ditandatangani Sulfia Irani?,” tanya Hakim Gede. “Ya,” jawab Fanny dengan nada lesu.
“Jika begitu, benar tidak penanda tanganan Akta Hibah tidak dilakukan dihadapan saudara?,” tanya Hakim. “Tidak benar yang mulia,” jawab Fanny.
Pengakuan Fanny itu pun membuktikan jika dirinya diduga juga telah melanggar kode etik PPAT hingga menyebabkan adanya celah dugaan pemalsuan tanda tangan dan berimplikasi hukum.//////