Jember, seblang.com – Seorang pengusaha muda bernama lengkap Zakkyl Fikri Pratama menjalankan usaha jasa interpreter (penerjemah) berbagai bahasa.
Interpreter atau yang disebut juga juru bahasa sering dipakai oleh seseorang atau lembaga. Untuk menerjemahkan bahasa yang dipakai kliennya.
Namun demikian, kata pria warga Perum Puri Bunga Nirwana, Kecamatan Sumbersari itu. Profesi tersebut harus dilakukan oleh translator yang sudah tersumpah atau tersertifikasi HPI (Himpinan Penerjemah Indonesia).
Zakky mengungkapkan bahwa profesi interpreter itu langka dan bukan jadi cita-cita banyak orang di Indonesia.
“Industri ini (usaha penerjemah dan juru bahasa), masih awam di Indonesia. Sehingga saya menjadi pelaku usaha yang cukup minim (peminat) di Indonesia. Bahkan di Jember saya adalah satu-satunya layanan bahasa yang tersumpah dan tersertifikasi. Minimal tersertifikasi HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia),” ucap Zakky saat dikonfirmasi di sela kegiatannya, Senin (1/7/2024).
Sedangkan untuk layanan penerjemah tersumpah (sworn translation) adalah layanan khusus untuk dokumen legal dan penerjemahnya telah disumpah oleh Kemenkumham.
“Layanan ini khusus kepada mereka baik perusahaan (B2B) atau individu (B2C) yang memiliki kegiatan administrasi di luar negeri. Misalnya Mahasiswa S2, S3, atau mereka yang sebelum mendapat beasiswa melakukan pendaftaran secara mandiri. Biasanya menerjemahkan KK, KTP dan lain-lain atau bagi perusahaan, misalnya menerjemahkan dokumen Akta Perusahaan, NIB, dan sebagainya. Nah, itu poin utamanya,” bebernya.
Selain itu, Zakky menjelaskan, profesi interpreter berbeda dengan aplikasi digital atau AI penerjemah bahasa asing.
“Nah yang membedakan kami dengan layanan AI, atau layanan dari aplikasi penerjemah umum, dalam menerjemahkan, Translation Transfer selalu melibatkan penerjemah penutur asli yang tentunya telah tersertifikasi. Jadi kalau ada klien yang membutuhkan jasa penerjemah (bahasa) Inggris ke Indonesia. Maka yang wajib menghandle adalah orang yang menguasai bahasa Indonesia juga Inggris,” ungkapnya.
“Kenapa demikian? Karena dengan begitu, kita bisa menciptakan sebuah karya bahasa yang berlaku wajar gaya bahasanya, pilihan kata dan maknanya. Sesuai dengan pemahaman calon pembaca produk itu,” sambungnya.