Untuk aspek ketaatan prosedur, kata Dini, terdapat sembilan potensi kerawanan. Contohnya, petugas pantarlih yang melakukan coklit tidak sesuai jadwal, tidak melakukan coklit door to door, serta melakukan coklit namun tidak menempel stiker.
Selain itu, petugas pantarlih yang tidak turun sendiri tapi meminta orang lain untuk melakukan coklit, juga termasuk pelanggaran. “Ada pula potensi petugas pantarlih yang bukan warga setempat,” imbuhnya.
Sedangkan untuk aspek kependudukan terdapat delapan potensi kerawanan dalam proses pencocokan dan penelitian data pemilih.
“Yakni penduduk yang direlokasi ke tempat lain tapi belum mengurus perubahan kependudukan, penduduk yang di luar negeri atau luar daerah, pemilih yang terkonsentrasi di pondok pesantren, Rutan/Lapas, apartemen dan penduduk yang meninggal tapi belum diurus surat kematiannya,” kata Dini.
Kemudian, penduduk yang telah memenuhi syarat memilih tapi tidak memiliki dokumen kependudukan, TNI/Polri yang telah purna tapi belum memiliki data pendukung dan warga yang beralih status menjadi TNI/Polri tapi masih masuk dalam data pemilih.
“Aspek geografis yaitu terdapat tiga potensi potensi kerawanan, yaitu kawasan yang sulit diakses seperti perumahan elit dan daerah tertutup, daerah yang tidak terjangkau seperti kepulauan serta wilayah yang warganya tidak mau menjadi pantarlih,” tutupnya. (Kadari)