Banyuwangi, seblang.com – Keberadaan masyarakat Osing atau penduduk asli Banyuwangi telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka merupakan keturunan masyarakat Kerajaan Blambangan zaman dahulu.
Masyarakat Osing tersebar dan menempati beberapa kecamatan di ujung timur Pulau Jawa tersebut sampai saat ini tetap menjaga memelihara dan melestarikan adat istiadat dan seni budaya ditengah gencarnya gempuran modernisasi dalam segala bidang.
Sampai saat ini, kesenian, budaya dan adat istiadat yang dimiliki masyarakat masyarakat Osing telah diakui keberadaannya oleh pemerintah daerah maupun pusat.
Hanya saja, keberadaan masyarakat adat Osing sendiri ternyata belum mendapat pengakuan dan perlindungan dari pemerintah. Kenyataan yang ada mendapat perhatian beberapa pihak, salahsatunya dari Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA).
“Seharusnya tidak hanya sebatas pada hal-hal yang bersifat keseniannya, tetapi bagaimana keberadaan masyarakat Osing juga mendapat pengakuan,” kata Direktur Eksekutif ARuPA, Edi Suprapto seusai Acara “Workshop Presentasi Hasil Identifikasi Kearifan Lokal Masyarakat Adat Osing” di Universitas PGRI Banyuwangi pada Kamis (29/2/2024).
Hadir dalam kegiatan tersebut puluhan Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Osing Banyuwangi (PD Aman Osing), Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Banyuwangi, Dwi Yanto, serta perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara daring dan Wakil Rektor Universitas PGRI Banyuwangi bersama beberapa dosen serta beberapa undangan lain.
Menurut Edi, pihaknya merasa prihatin apabila hanya atribut adat istiadat yang diakui, sementara keberadaan masyarakat adat Osing sendiri dibaikan. Hal ini dinilai kurang baik bagi keberadaan masyarakat adat Osing sendiri.
Dia menuturkan berdasarkan data yang dihimpun ARuPA, komunitas masyarakat adat Osing di Banyuwangi tersebar di 11 kecamatan dengan total desa berjumlah puluhan atau lebih dari sekitar 30.