Jakarta, seblang.com – Dewan Pers, melalui Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, memperingatkan terkait fenomena wartawan dan pimpinan redaksi pers yang juga turut berperan sebagai anggota atau aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Masyarakat sering menyuarakan ketidaknyamanan dan kegelisahan terhadap situasi ini, mencatat bahwa wartawan terkadang menyampaikan informasi dengan citra ganda sebagai narasumber LSM atau organisasi massa tertentu.
Tidak jarang media-media tersebut dalam pemberitaannya mengutip pernyataan wartawan/pimpinan medianya sebagai narasumber dengan atribusi pimpinan/aktivis LSM atau organisasi massa tertentu.
Pun, dalam menjalankan kegiatan jurnalistik seringkali wartawan – dengan berbagai alasan – mengaku sebagai anggota LSM atau aktivis organisasi massa tertentu, baru kemudian sebagai wartawan atau memuat hasil informasi yang diperolehnya di media mereka tanpa memberitahukan kepada orang yang diwawancarainya.
Oleh sebab itu, Dalam surat seruannya nomor 02/S-DP/XI/2023 terkait perangkapan profesi wartawan dan keanggotaan LSM, Dewan Pers mengingatkan:
1. Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”
2. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”.
3. Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Penafsiran: Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers”.
4. Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik berbunyi: “Wartawan Indonesia menempuh caracara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Cara–cara profesional antara lain menunjukan identitas diri kepada narasumber.
Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, mengatakan bahwasanya pihaknya mengakui hak setiap individu, termasuk wartawan, untuk menjadi anggota atau aktivis LSM. “Namun, dalam rangka menjaga independensi dan menghindari konflik kepentingan, wartawan disarankan untuk tidak melakukan kerja jurnalistik terkait LSM atau organisasi massa yang mereka ikuti,” ujarnya.
Ninik menegaskan bahwa menjaga fokus pada tugas jurnalistik dan menghindari konflik kepentingan merupakan langkah penting dalam mempertahankan integritas dan profesionalisme pers. “Seruan ini diharapkan menjadi panduan bagi wartawan dan pihak terkait dalam menjaga kredibilitas dan independensi dalam melaksanakan tugas jurnalistik mereka,” tegasnya.