Banyuwangi, seblang.com – Tujuh Fraksi DPRD menyampaikan Pemandangan Umum (PU) terhadap disampaikannya Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dalam rapat paripurna dewan, Jumat (27/10/2023).
Rapat paripurna menyampaikan Pemandangan Umum fraksi-fraksi dipimpin Wakil Ketua DPRD, Michael Edy Hariyanto di ikuti anggota dewan dari lintas fraksi. Hadir dalam rapat paripurna Wakil Bupati Banyuwangi,H.Sugirah, Sekretaris Daerah, H.Mujiono, Staf Ahli Bupati, Kepala SKPD, Camat dan Lurah.
Secara umum seluruh fraksi di DPRD Banyuwangi memberikan dukungan dan persetujuan Raperda PDRD segera dibahas dan disetujui menjadi Peraturan daerah dalam rangka memenuhi amanat Undanf-Undang.
Diawali dengan Pemandangan Umum Fraksi PDI-Perjuangan yang dibacakan oleh juru bicaranya, Wagianto menyampaikan, Fraksi PDI Perjuangan meminta dalam penyusunan Rancangan Peraturan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus tetap mempertahankan prinsip melindungi pengusaha kecil dan UMKM harus lebih cermat dalam mengurai pasal demi pasal sehingga asas keadilan tetap terjaga.
“Kedepan jika seluruh jenis pajak dan retribusi daerah menjadi satu perda, maka akan menjadikan pedoman dan kemudahan dalam menetapkan tarif pajak dan retribusi daerah, sehingga bisa memaksimalkan hasil pendapatan pajak di daerah sehingga pada akhirnya meningkatkan juga Pendapatan Asli Daerah,” ucap Wagianto dihadapan rapat paripurna .
Pemandangan umum Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang dibacakan juru bicaranya, Inayanti Kusumasari memberikan beberapa masukan, saran dan catatan penting antara lain menyarankan untuk tidak mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan bagi warga kurang mampu.
” Meminta penjelasan terkait besarnya tarif BPHTP sebesar 5 persen, apakah prosentase tersebut dapat ditambah manakalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang ingin berinvestasi dan melakukan alih fungsi lahan, “ tanya juru bicara FPKB.
Dalam PU nya FPKB juga menanyakan tentang pemanfaatan ruang atau aset yang digunakan untuk jasa telekomunikasi sehingga memasukkan aturan teknis yang mengatur hal tersebut.
Pemandangan Umum Fraksi Demokrat yang dibacakan juru bicaranya, Fadhan Nur Arifin menyampaikan bahwa kemunculan raperda ini merupakan konsekwensi dari adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah (HKPD). dalam menanggapi undang-undang HKPD ini, eksekutif perlu menyiapkan strategi yang tepat untuk mengamankan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah dalam implementasi di lapangan
Melalui perda PDRD nanti. Strateginya adalah melakukan digitalisasi dalam pungutan pajak daerah dan retribusi daerah agar dapat meminimalkan kebocoran penerimaan daerah. sebab selama sistem penerimaan pajak dan retribusi daerah masih menggunakan sistem konvensional atau semi digital, maka FPD tidak yakin PAD bisa naik secara signifikan.
Berdasarkan hasil kajian dan penelitian yang dilakukan Kementerian Keuangan, yang kemudian dituangkan dalam naskah akademik undang-undang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, ternyata potensi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah, dengan diberlakukannya undang-undang yang baru ini, bisa naik antara 10 hingga 48 ,98 persen tergantung potensi yang dimiliki masing-masing daerah kabupaten/kota.
“Dengan demikian apabila kita membuat proyeksi penerimaan PAD yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi pada tahun 2024 mendatang, kenaikan dibawah 10 persen maka sama saja kita bermaksud apriori dengan hasil kajian dan penelitian Kemenkeu tersebut,” ucap Fadhan dihadapan rapat paripurna.
Terakhir, FPD menyakini bahwa rasionalisasi pajak daerah dan retribusi daerah yang digunakan pada raperda ini sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, akan mampu meningkatkan efektifitas pajak dan retribusi yang akan dipungut daerah.
Selain itu juga dapat mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik, serta mampu mendorong kemudahan yang berusaha, menciptakan iklim investasi yang kondusif dan ramah terhadap investor, daya saing daerah menjadi semakin membaik, sehingga lapangan kerja akan bertambah luas, yang pada gilirannya nanti mampu menaikkan taraf hidup masyarakat.
Pemandangan umum fraksi Golkar-Hanura yang dibacakan juru bicaranya, Sri Utami Faktuningsih menyampaikan, disertai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah bahwa peraturan daerah mengenai pajak dan retribusi yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah masih berlaku paling lama 2 (dua) tahun, maka Fraksi Golkar Hanura memberikan penguatan agar Raperda ini untuk segera diundangkan, guna memenuhi amanat yang bersifat wajib.
” Kami berharap bahwa meskipun diberikan peluang untuk mengatur besaran pajak di daerah, maka perlu dipertimbangkan secara proporsional agar tidak membebani masyarakat, sepanjang tetap memenuhi ketentuan undang-undang, ” ucap Sri Utami Faktuningsih.
Fraksi Golkar-Hanura sependapat dengan Eksekutif bahwa Raperda ini dapat memberikan arah dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor Pajak dan Retribusi.
” Pada pasal 8 Raperda ini kami usulkan untuk ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (3) yang memuat ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c) diatur dengan Peraturan Bupati. Hal ini diusulkan agar tidak menimbulkan keributan dalam mengatur besaran tarifnya sehingga bisa mengakibatkan multi tafsir , ” pinta juru bicara frkasi Golkar-Hanura.
Pemandangan Umum fraksi Nasdem yang dibacakan juru bicaranya, Ali Mustofa menyampaikan, usulan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB) ini tidak hanya mengikuti amanat Undang-Undang. Namun, menjadi momentum dan cambuk untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui berbagai sektor, sebagaimana diatur dalam pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sehingga, tujuan kemandirian fiskal yang diharapkan dapat terwujud di Kabupaten Banyuwangi. Apalagi, PAD di Banyuwangi kecenderungannya menurun di tengah geliat industri pariwisata. Hal ini tentunya harus dicarikan solusi yang tepat seiring dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” ucap Ali Mustofa.
Fraksi Partai NasDem memberikan sejumlah catatan sebagai berikut pertama menyetujui jenis pajak yang ditetapkan dalam Rancangan Peraturan Daerah ini sesuai dengan amanat Undang-Undang yang berlaku. Masing-masing : PBB-P2; Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PBJT, Pajak Reklame; Pajak Air Tanah (PAT), Pajak MBLB, Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Dalam pasal 7 huruf 5 Rancangan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB) disebutkan, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) untuk pembuatan PBB-P2 ditetapkan paling rendah sebesar 20 persen dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak.
” Pertanyaanya : apa dasar penetapan 20 persen ini. Apakah mengacu pada Undang-Undang atau ada dasar khusus sesuai kondisi daerah berdasarkan azas kewajaran. Sebab, penetapan NJOP ini tentunya akan berdampak pada naiknya harga tanah. Mohon penjelasannya? , “pinta Ali Mustofa.
Terakhir, dalam hal penetapan sasaran penerimaan pajak dan retribusi dalam APBD, Fraksi NasDem meminta kepada eksekutif lebih detail lagi dalam memetakan potensi pajak dan retribusi. Sehingga, komposisi APBD kita bisa terdongkrak dengan naiknya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Fraksi Nasdem juga melihat masih banyak sektor yang belum tergarap maksimal dalam optimalisasi PAD. Salah satunya, sektor restoran dan akomodasi wisata.
Ke depan, Fraksi Nasdem mengusulkan adanya reward and punishment yang tegas kepada lembaga, badan atau pengusaha perseorangan yang enggan mengurus retribusi secara rutin. Misalnya, dengan memasang plakat teguran secara terbuka bagi mereka yang tidak membayar retribusi secara lancar. Sebaliknya, eksekutif memberikan plakat penghargaan kepada Lembaga, badan atau perseorangan yang rajin membayar retribusi dan pajak ke daerah.
Pemandangan Umum Fraksi Gerindra-PKS yang dibacakan juru bicaranya, Limpat Prawiro Dikdo menyampaikan bahwa fraksinya membandingkan antara raperda retribusi daerah dengan peraturan sebelumnya.
Dalam peraturan sebelumnya (Perda no 15 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha ) pengumpulan pajak daerah dan retribusi daerah dipungut berbasis pada organisasi perangkat daerah terkait.
Sementara pada raperda ini Fraksi Gerindra PKS melihat ada upaya untuk menghubungkan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah pada satu organisasi perangkat daerah.
Berdasarkan hal tersebut Fraksi Gerindra-PKS berharap raperda ini harus mampu menciptakan efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah guna mengoptimalkan pendapatan asli daerah Kabupaten Banyuwangi.
Namun disisi lain, peraturan pajak daerah dan retribusi daerah ini harus mampu meningkatkan pemanfaatan pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah, guna kepentingan umum dan tujuan bersama.
“Bagaimana upaya pemerintah Kabupaten Banyuwangi sejauh ini dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan pendapatan daerah dalam hal ini melalui pajak dan retribusi daerah guna penyelenggaraan daerah dan pembangunan daerah?,” pinta Limpat Prawiro Dikdo.
Pemandangan Umum Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dibacakan juru bicaranya, Hasan Syafi’i menyampaikan, fraksi partai persatuan pembangunan sangat apresiatif terhadap lahirnya raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah ini, fraksi kami menilai pada hari ini, dalam kesempatan ini, ekskutif telah Bertindak secara cermat, sigap, cerdas bahkan jeli secara regulatif, terhadap segala kemungkinan fakta sosial yang sedang maupun yang akan terjadi didaerah yang sangat kita cintai ini.
Banyak hal buah dari pada proses sosial, yang secara implikatif bermuara dari lahirnya raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah ini, karena itu tidak elok kiranya kita menutup mata dan juga telinga terhadap prestasi gemilang yang sedang dirajut oleh ekskutif ini.
Namun demikian, ekskutif juga harus faham, harus mengerti bahwa raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah ini akan membawa konsekuensi logistik sebagai regulasi, penataan program pendukung, penataan perangkat pelaksana bahkan sampai rancangan evaluasi adalah faktor keharusan yang harus difikirkan bila raperda ini disyahkan menjadi perda. Yang terpenting adalah jangan sampai kelahiran raperda yang tujuan awalnya menjadi pelindung rakyat, justru akan menjadi perlindungan bagi orang yang bertindak dan berbuat untuk kepentingan dan kebutuhan pribadinya sendiri.////