Penuntasan Kasus PT PBS Butuh Tindakan Hukum yang Tegas kepada Jajaran Direksi dan Komisaris

by -340 Views
Mantan Wakil Ketua DPRD kabupaten Banyuwangi H M Eko Sukartono
iklan aston

Banyuwangi, seblang.com  – Sungguh mengenaskan nasib  LCT Sritanjung dua kapal penyeberangan milik pemerintah kabupaten (Pemkab) Banyuwangi yang satu sudah dijual dengan harga kiloan karena dinilai sebagai barang rongsokan. Sedangkan satu kapal yang lain saat ini kondisinya sangat mengenaskan teronggok di pantai belakang kantor desa Ketapang kecamatan Kalipuro Banyuwangi.

Dua kapal penyeberangan milik pemkab Banyuwangi sejak awal pembelian memang penuh dengan cerita yang menarik untuk disimak. Pada awal Otonomi Daerah (Otoda) diberlakukan di Indonesia, banyak kabupaten/kota yang berlomba mengeksplore potensi daerah dalam upaya mempercepatan pembangunan, kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

iklan aston
iklan aston

H Ir Samsul Hadi sebagai Bupati Banyuwangi pertama yang dipilih langsung langsung melakukan gebrakan dengan mengoptimalkan potensi darat laut dan udara yang ada di kota yang dikenal sebagai serpihan tanah sorga di ujung timur pulau Jawa ini untuk memajukan daerah dan menyejahterakan rakyatnya.

Karena regulasi yang mengatur belum jelas, salah satu konsekuensi yang ditanggung oleh pejabat eksekutif dan legislatif adalah harus berurusan dengan aparat penegak hukum (APH) dampak dari aturan dan ketentuan dari pemerintah pusat yang tidak jarang berubah-ubah.

Beberapa pejabat Banyuwangi terpaksa menjadi tumbal atau tidak sengaja dikorbankan dengan alasan penegakan hukum. Salah seorang di antaranya H M Eko Sukartono, wakil ketua DPRD Banyuwangi yang menjadi salah seorang saksi hidup perjuangan pembelian kapal Sritanjung pada masa itu.

Kemudian ada Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Banyuwangi H A Masduki Suud, yang sempat menanggung kasus hukum karena dinilai salah dalam kasus pembelian kapal penyeberangan milik Pemkab Banyuwangi tersebut.

Menanggapi perkembangan kasus PT Pelayaran Banyuwangi Sejati (PT PBS) yang merupakan operator kapal Sritanjung, menurut H Eko Sukartono, kalau dilihat dari runtutan sejarah pada waktu itu, eksekutif bersama DPRD Banyuwangi mempunyai ide untuk membuat suatu usaha untuk penambahan dan pemasukan pendapatan asli daerah (PAD).

“Komitmen dan kesepakatan yang terbangun selama periode saya cukup bagus dalam artian ada kontribusi bagi PAD Banyuwangi, Kayaknya dalam era setelah saya menjadi pimpinan dewan mulai tampak gelagat yang tidak baik,” jelas H Eko kepada wartawan media ini pada Rabu (28/06/2023).

Hal itu terjadi karena pengelolaan yang kurang bagus dari managemen PT PBS yang harap maklum karena pengelola rata-rata orang-orang yang disinyair titipan  eksekutif sebagai balas jasa atas kontribusi dalam pencalonan pasangan bupati-wakil bupati Banyuwangi,

Oleh sebab itu seyogyanya mereka yang wajib menanggung karyawan PT PBS Banyuwangi yang harus di rumahkan. Jikalau bilang dipecat memang barangnya tidak ada mestinya segera diselesaikan ataupun segera dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB). Apabila pihak pengelola tidak mau mengikuti atau mendatangi RUPS-LB dilakukan penjemputan paksa, imbuh pria yang akrab dijuluki Kancil itu.

Mantan Pimpinan DPRD Banyuwangi tersebut yakin pihak Pemkab Banyuwangi yang memiliki barang dari dana APBD bertanggungjawab untuk mengundang paksa pihak pengelola jajajran direksi dan komisaris PT PBS. Menjadi indah jika hal ini terjadi, akan tetapi selama ini APBD Banyuwangi statusnya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Berarti kemungkinan hal ini tidak terdapat didalam APBD.

“Makanya saya secara pribadi karena saya ini pelaku sejarah dan berjuang memperaruhkan segala-galanya. Bahkan Saya harus masuk penjara dikarenakan LCT Sritanjung, sementara anggota dewan lain melengggang bebas. Untuk menuntaskan PT PBS intinya ada preasure hukum kepada direksi dan komisaris agar kasus segera tuntas sehingga karyawan tidak menunggu-nunggu lagi,” pungkas H Eko Sukartono./////

No More Posts Available.

No more pages to load.