Banyuwangi, seblang.com – Pasca pandemi wabah Covid-19 yang melanda dunia termasuk wilayah Banyuwangi, salah satu dampaknya tidak sedikit barista atau peracik kopi sesuai orderan yang diterima dan melayani pelanggan yang diistirahatkan oleh pemilik Cafe dan resto di Banyuwangi.
Seperti yang dialami bujang asal kelurahan Penataban kecamatan Giri Banyuwangi Faurizal Fahmi Firmansyah yang akrab disapa Faris yang pernah bekerja di Insignia Cafe, Santorini Banyuwangi dan di Kudo Cafe Batu yang terpaksa harus mencari pekerjaan lain untuk bisa survive.
Akhirnya Faris memutuskan untuk usaha mandiri dan menjatuhkan pilihan kerja yang ditekuni adalah pedagang kopi keliling atau “Pedagang Kopling”. Untuk sementara bersama dengan mitra kerjanya menjual kopi sachet dan kue-kue kering.
Setiap hari biasanya Faris keluar untuk menjajakan dagangan kopi dan aneka kuenya sekitar pukul 19.00 sore setelah Salat Isya sampai sekitar pukul 24.00 bahkan sekali waktu sampai dini hari..
Dengan modal usaha patungan dengan salah seorang sahabatnya sekitar Rp 200 ribu sampai dengan Rp. 300 ribu untuk membeli aneka macam kopi sachet, gula, gelas plastik dan beberapa keperluan usahanya.
Dari usaha yang ditekuni belum genap 15 hari, saat ini Faris rata-rata dalam sehari bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp. 50 ribu sampai dengan Rp. 100 ribu.
Alumni SMK Sri Tanjung Banyuwangi itu merasa bersyukur usaha yang belum genap satu bulan berjalan dengan lancar-lancar saja. Setiap hari bersama temannya membuka usaha di sekitaran SDN Brawijaya kemudian kalau malam geser ke depan kantor Banyuwangi atau sekitar Taman Makam Pahlawan (TMP) Wisma Raga Satria Banyuwangi.
“Saat ini dengan modal terbatas baik fokus menjual kopi sachet saja, meskipun sebenarnya dia memiliki ketrampilan dan alat untuk mengolah kopi murni cuma karena belum ada modal yang cukup,” jelas dia.
Bagi pemuda seperti Faris permintaan kepada Pemkab Banyuwangi sederhana saja, sebagai pelaku ekonomi kreatif dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar difasiltasi tempat usaha yang ditekuni. Karena tidak jarang kalau ketemu dengan petugas Satpol PP merasa kurang nyaman terhadap tindakan penegak perda yang dianggap sebagai momok.
Sehingga kalau dia diusir oleh petugas dari satu tempat makan akan pindah ke lokasi lain yang dirasa aman. “Kami memiliki permintaan sederhana dari pemerintah agar ada pengakuan karena mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dan masuk kategori ekonomi kreatif dan pelaku UMKM. Kerja yang ditekuni saat ini sekedar untuk berbahan hidup (survive) karena kerja di cafe pasca pandemi pendapatan yang diharapkan jauh dari kata cukup atau tidak sesuai dengan harapan,” pungkas Faris.