Banyuwangi, seblang.com – Masyarakat suku Oesing di dusun Rejopuro, desa Kampunganyar, kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim) setiap tahun rutin menggelar ritual adat tradisi Ithuk-Ithukan.
Tradisi warga Rejopuro tersebut merupakan bentuk ungkapan rasa syukur atas sumber mata air Mengarang yang ada di dusun Rejopuro. Masyarakat setempat menggelar tradisi Ithuk-Ithukan setahun sekali tepatnya setiap tanggal 12 Dzulqa’dah.
Menurut Sesepuh adat dusun Rejopuro, Sarino ungkapan rasa syukur warga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas sumber mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Ini merupakan rasa syukur kami atas sumber mata air yang melimpah. Tentunya, ini merupakan berkah yang membawa manfaat bagi masyarakat sekitar sini.” ungkap Sarino.
Prosesi ritual Ithuk-Ithukan diawali dengan mendoakan ithuk yang berisi nasi lengkap dengan lauk pecel pitik. Yakni, ayam dipanggang lalu disuwir-suwir kemudian dicampurkan dengan parutan kelapa yang diberi bumbu pecel. Ithuk diarak diiringi dengan kesenian Barong dan musik Kuntulan.
Para wanita dari Dusun Rejopuro berbaris rapi membawa ithuk-ithukan berjalan ke arah timur untuk membagikan ithuk kepada warga, lalu berputar arah berjalan ke arah barat menuju sumber mata air.
Sesampainya di sumber mata air lingkungan setempat, bekal ithuk pecel pitik tersebut dimakan bersama-sama. Menurut Sarino, tradisi ini sudah berjalan sejak zaman leluhur dusun setempar sekitar tahun 1617an.
Tradisi ritual warga Rejopuro juga sebagai ajang silaturahmi antar warga dusun. Dalam tradisi Ithuk-ithukan setiap warga dusun Rejopuro ikut serta menikmati ithuk-ithukan yang sudah diarak dan didoakan oleh tokoh adat.
Bahkan apabila ada warga yang sakit dan tidak bisa mengikuti upacara, ithuk-ithukan diantar ke rumahnya, sehingga dalam tradisi ini terdapat nilai-nilai kebersamaan dan budaya berbagi masyarakat Oesing..