”Sebelum diajukan untuk dibahas, perubahan Perda tentang perlindungan TKI ini akan kita konsultasikan dulu untuk mendapatkan penguatan baik dari sisi substansi materi maupun tahapannya,” jelasnya.
Menurut Sofiandi, Perda Nomor 15 Tahun 2017 sudah expired atau kadaluwarsa sehingga butuh penyesuaian konsideransi menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI).
Sofie mencontohkan salahsatu nomenklatur yang dipakai saat ini sesuai UU 18/2017 yang merupakan perubahan dari UU 39 tahun 2004, tidak lagi sebutan TKI atau buruh, melainkan Pekerja Migran Indonesia atau PMI. Karena kaitannya dengan harkat dan martabat manusia.
”Penyebutan tidak hanya sekedar penyebutan namun mengandung makna filosofis dan lain sebagainya,” ujar Ketua DPD AMPI Banyuwangi ini.
Disisi lain pandangan, masukan anggota Bapemperda meminta adanya penguatan sosialisasi terkait peran dan hadirnya pemerintah di masyarakat mulai level desa hingga pemerintah pusat. Banyuwangi sebagai kantong PMI perlu adanya regulasi daerah yang bisa memberikan proteksi terhadap masyarakat.
”PMI ilegal ini yang perlu kita konsentrasikan karena sering terjadi persoalan sehingga perlu adanya klausul atau pasal yang mengatur, pemerintah daerah harus memproteksi dan hadir penuh, jangan sampai Banyuwangi dijuluki kabupaten kantong PMI ilegal ,” tegasnya.
Sofiandi menambahkan, karena raperda ini merupakan mandatory dan sifatnya perubahan Perda maka tidak membutuhkan adanya Naskah Akademik namun Bapemperda akan tetap menyiapkan.” Adanya Naskah Akademik itu tidak kewajiban, tetapi jauh lebih baik kita siapkan, yang wajib itu sebenarnya Harmonisasi , ” pungkasnya./////