Banyuwangi, seblang.com – Apabila mendapat tugas wasit keluar negeri itu mungkin salahsatu kesulitannya wasit Indonesia. Wasit yang beragama Islam harus membawa bekal sendiri karena di sebagian negara luar jarang ada hotel dan resto yang menjual makanan halal.
Menurut wasit sepak bola nasional asal Banyuwangi, Fuad Qohar, pengalaman yang paling di luar negeri adalah ketika bertugas dalam grand final France Cup U13 di negara Malaysia. Momen tersebut merupakan pengalaman yang terindah karena satu perangkat pertandingan semua dari Indonesia dan pertandingan berjalan ketat dan menarik.
Kalau sepak bola itu rata-rata dari dua kali 45 menit itu hanya mungkin 45 menit sampai 50 menit yang efektif. Tetapi saat itu bisa jadi 70 menit jarang bola keluar, betul-betul fisik terkuras karena kondisi hujan, mental terkuras karena ada tuan rumah.
“Kalau di dalam negeri yang paling berkesan bagi saya ketika saya tugas yang pertama di final Piala Jendral Sudirma dan kedua bertugas di final PON Jawa Barat (Jabar). Kedua pertandingan tersebut yang paling berkesan dan posisi saya adalah asisten wasit,” jelas Guru Olahraga di SMA Negeri 1 Srono Banyuwangi tersebut.
Perbedaan menjadi wasit didalam negeri dan diluar negeri, kalau di lapangan pada dasarnya sama. Kalau di luar negeri maka seorang wasit dituntut mampu beradaptasi kultur yang ada di sana.
Adapun komunikasi kita menggunakan bahasa Inggris kalau pemain enggak bisa, anggap saja bisa gitu, kan enggak semua pemain timnas itu bisa bahasa Inggris, tambahnya.
Lebih lanjut dia berpesan untuk adik-adik yang masih menggeluti di dunia sepak bola. Apabila sudah mencapai usia 17 tahun dan merasa sudah tidak mampu bersaing adik bisa beralih ke yang paling mudah di usia itu adalah perwasitan .
Karena untuk skill pemain sekarang dalam usia 15 tahun sudah nampak bisa lanjut atau tidak untuk menjadi pesepakbola profesional.
“Karena di perwasitan tidak pernah mengenal nama besar siapa yang bagus dan siapa yang fisiknya bagus, kompetensi di lapangan, dia akan bisa mencapai di puncaknya,” ujar Fuad.
Berbeda dengan dunia kepelatihan, lanjut dia, rata-rata di Indonesia, seorang pelatih harus membawa nama besar saat dia menjadi pemain. Padahal sebenarnya seorang pelatih tidak harus seorang mantan pemain tetapi umumnya di Indonesia sementara ini masih seperti itu.
‘Dunia perwasitan bisa juga kita jadikan sebagai mata pencaharian, kalau memang ada semangat kerja keras dan kesungguhan. Wasit idola kalau saya di internasional wasit Masimo Busaka. Kalau wasit nasional idola saya Romadhon asal Malang,” pungkasnya./////