Resik Lawon Tradisi Masyarakat Cungking Banyuwangi Sambut Ramadan

by -1189 Views
Wartawan: Teguh Prayitno
Editor: Herry W. Sulaksono
iklan aston

Banyuwangi, seblang.com – Menjelang memasuki Bulan Ramadan, Suku Osing yang tinggal di Lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopangung, Kecamatan Giri, Banyuwangi, memiliki tradisi “Resik Lawon” petilasan Buyut Cungking.

Resik dalam bahasa Jawa memiliki arti bersih-bersih, sementara Lawon adalah sejenis kain mori atau kain kafan. Sedangkan Buyut Cungking merupakan leluhur Masyarakat Cungking yang diperkirakan hidup pada tahun 1536 hingga 1580. Konon katanya, beliau adalah seseorang yang sakti mandraguna.

iklan aston

Juru Kunci Makam Buyut Cungking, Jam’i (65) mengatakan, tradisi “Resik Lawon” menjadi ritual Masyarakat Cungking jelang memasuki bulan Ramadan.

Tradisi ini sudah turun temurun dilakukan selama ratusan tahun untuk menghormati Ki Wongso Karyo yang merupakan leluhur masyarakat Cungking yang kemudian dikenal dengan nama Buyut Cungking.

“Jadi setiap tahunnya kita laksanakan seperti hari ini saat menjelang bulan puasa,” kata Jam’i yang merupakan juru kunci generasi kesembilan itu, Minggu (5/3/2022).

“Kecuali ada halangan seperti pandemi Covid-19, kita tidak melakukannya (Tahun 2021). Tetapi saat itu, saya berpamitan dulu di makam Ki Buyut Cungking,” imbuhnya.

Jam’i menjelaskan, ritual ini diawali dengan Masyarakat Cungking gotong royong membersihkan makam Ki Buyut Cungking. Kemudian mereka membuka kain kafan penutup makam dan membawanya ke Dam Krambatan Banyu Gulung yang berada di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah untuk dicuci.

Uniknya disini, warga yang membawa kain kafan tersebut harus berjalan kaki sejauh kurang lebih 1 Km menuju sungai tersebut dengan memikul kain kafan yang diletakkan ditempat khusus. Setelah dicuci, kain putih tersebut kembali dibawa ke Balai Tajuk untuk dibilas dan diperas.

Hal unik lainya, masyarakat setempat banyak yang berebut bekas air perasan dari kain kafan penutup makam Ki Buyut Cungking. Mereka mempercayai air perasan tersebut berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit.

Kain mori atau lawon itu kemudian dijemur hingga ketinggian belasan meter yang berada di tengah jalan kampung, karena ukurannya yang panjang dan diupayakan tidak terkena tanah. “Ya karena kotor saja jika menyentuh tanah,” ujar Jam’i.

Setelah kering kemudian dilipat dan dirapikan. Kemudian, dipasang kembali sebagai kelambu di pondok persemayan Buyut Cungking.

Tradisi resik lawon itu pun akan diakhiri dengan berdoa kepada Tuhan di depan pintu makam Buyut Cungking secara bergantian, sekaligus nyekar sebagai bentuk permintaan maaf warga apabila ada kesalahan selama upacara resik lawon berlangsung.

“Tradisi ini juga untuk mengharapkan keberkahan dari sang Buyut agar Lingkungan Cungking khususnya, dijauhkan dari bala,”  pungkasnya.///////

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.