“Tetapi untuk yang akan datang, baru itu pembinaan kita sebagai acuan agar persoalan ini tidak terulang kembali kasus kasus yang sudah dilakukan oleh 58 Kades tersebut,” ujarnya.
Sesuai dengan tupoksi kita dalam melakukan pembinaan yang jelas sudah sering dilakukan, tetapi perbuatan yang dilakukan oleh oknum Kades, kita secara teknis tidak mungkin bisa mengendalikan setiap hari, itu tergantung dari komitmen dari individu oknum kadesnya sendiri.
“Dari 58 desa yang bermasalah tersebut semua anggarannya untuk tahun 2021 sudah dicairkan, namun dari semua perbuatan yang dilakukan oleh oknum kades, itu apa masuk perbuatan tindak pidana korupsi, kita ini juga tidak tahu, yang bisa mengukur dari pada kinerja kades terkait apa yang sudah dijalankan sesuai atau tidak, itu kewenangan APIP melalui Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan baru disitu ketemu melanggar aturan atau tidak,” bebernya.
Sementara Ketua Komisi 1 DPRD Situbondo, Hadi Prianto saat dikonfirmasi menjelaskan dari 58 desa yang bermasalah sampai saat ini sudah ada beberapa kades yang menidaklanjuti, sedangkan deadline antara Inspektorat bersama 58 Kades, itu sampai pada tanggal 31Januari 2023.
“Apabila sampai pada batas tanggal tersebut tidak dilakukan penyelesaian, maka itu semua sudah menjadi tanggung jawab Aparat Penegak Hukum (APH),” jelasnya.
Masih kata Hadi, untuk tahun 2022 lalu, ada 5 Kades yang tidak bisa menyerap dana desa di tri wulan terakhir yaitu, Desa Sumberanyar Mlandingan karena kadesnya tidak ada, Desa Pesanggrahan Jangkar itu posisinya karena kalah incambentnya sehingga tri wulan terakhir itu tidak bisa diserap,
Selanjutnya Desa Curah Kalak Jangkar ini karena proses serapannya kurang dari 70 persen, Desa Banyuglugur ini karena kadesnya ada proses hukum, dan terakhir Desa Kalianget ini karena kadesnya 2 bulan tidak pernah masuk.
“Kami sudah tegaskan terhadap 5 desa ini agar dilakukan pembinaan dan sekaligus harus investigasi oleh DPMD,” jelasnya.
Terkait persoalan-persoalan yang terjadi kepada 58 desa, kami minta kepada Inspektorat dan DPMD berjalan seiring seirama dan apabila ada desa yang bandel dan memang sudah tidak bisa mempertanggung jawabkan, selanjutnya sudah menjadi tanggung jawab APH, pungkas Hadi Prianto. //////