Situbondo, seblang.com – Seorang petani bernama Tolas melaporkan tindakan kepala Desa Klatakan Kecamatan Kendit Situbondo ke polisi. Pasalnya ia menduga kades telah merusak tanaman tebu miliknya.
Menurut Lukman Hakim S.H kuasa hukum Tolas perusakan tanaman tebu yang diduga dilakukan Kades Klatakan bersama tiga orang lainnya itu diperintahkan oleh kades yang merupakan bentuk premanisme dan sangat arogan, serta tidak mencerminkan tokoh figur yang bijaksana.
“Atas dasar itulah perbuatan Kades Klatakan dapat dimintakan pertanggungjawaban Pidana seperti dalam ketentuan Pasal 406, Pasal 170 Jo. Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun penjara,” jelas Lukman, pengacara Tolas .Sabtu, (27/08/2022).
Lebih lanjut Lukman Hakim S.H. menerangkan, peristiwa obyek tanah yang dikelola kliennya adalah tanah Hak Yasan, yaitu tanah turun-temurun yang masih belum dikonversi atau belum disertifikat seperti pada Petok No.1883, Persil 90, Klas Tanah S.II Luas 0.973 Ha, seperti dalam buku Karawangan Desa Klatakan Kecamatan Kendit.
Jadi jelas, tanah seluas 0.973 ha itu kemudian oleh pemiliknya Pak Mudahri alias Adam diwariskan pada dua anaknya, anak pertama bernama Rukyat yang yang diwarisi seluas 0.487 ha dan pada anak kedua bernama Dewi Hatija juga diwarisi seluas 0.486, kemudian oleh anak yang kedua yakni Dewi Hatija yang dijual kepada Tolas , warga Desa Kukusan.
Namun setelah melihat pada Letter C tercoret yang menerangkan bahwa bagian Dewi Hatija keliru, kemudian diberikan Rukyat.
“Dengan demikian, peristiwa hilangnya atau gugurnya hak waris sebidang lahan milik Dewi Hatija tersebut sangat bertentangan dengan hukum. pertanyaan kami, adakah Norma hukum yang menerangkan bagian warisan Keliru atau di anggap gugur,” sergah Lukman.
Seblang.com yang mengonfirmasi kepada Narwiyoto , Kepala Desa Klatakan lewat Via WhatsApp menceritakan terkait persoalan tanah aset Desa Klatakan yang diklaim oleh orang lain yaitu, Bapak Tolas melalui pengacaranya Lukman Hakim.
Persoalan bidang tanah tersebut di letter C ia mencatat peristiwa hukum dimulai tahun sekitar tahun 1941 sampai 1968, sehingga ia tidak bisa menjelaskan secara detil karena harus melihat data, “Namun ini demi kepentingan pemerintahan Desa Klatakan yang berimbang sebagai konfirmasi dan tanggapan saya Sebagai Kepala Desa Klatakan,” katanya.
Ia menjelaskan tanah tersebut pada tahun 1941 di letter C tercantum sebagai hak milik bapak Adam. Lalu Adam mempunyai dua anak yaitu Rukyat dan Hatija.
“Disitulah peristiwa hukum tercatat tentang waris dan lain – lain, sampai perubahan – perubahan yang tercatat di letter C kami. Maka pada tahun 1968 yang saya sebutkan pak Rukyat sebagai penerima waris dari bapak Adam sebagai orang tuanya telah dijual tanah tersebut kepada H. Nahrawi. pada tahun 1968, H Nahrawi itu menukar guling dengan tanah aset desa yang berada di Desa Kendit,” ucapnya.
Sehingga tanah milik H Nahrawi yang dibeli dari Rukyat menjadi tanah milik Desa Klatakan, sedangkan tanah aset desa yang ada di Desa Kendit menjadi milik H Nahrawi. “Sedangkan Tolas yang mengklaim sejak tahun 2014, katanya membeli kepada Hatija yang juga anak dari bapak Adam, seperti yang sudah saya ceritakan dari awal”, ujar Narwiyoto , Kades Klatakan. /////