Kapal LCT Sritanjung Kini Bagaikan Rongsokan Besi yang Tak Laku Dijual

by -1157 Views

Banyuwangi, seblang.com – Pada saat melakukan liputan musibah teggelamnya KMP Yunicee di selat Bali beberapa hari lalu, Wartawan media ini menyempatkan untuk melihat kondisi  kapal landing craft tank (LCT) Putri Sritanjung yang sandar di belakang kantor Desa Ketapang Kecamatan Kalipuro Banyuwangi pada Rabu (30/06/2021).

Untuk menuju ke tempat sandar kapal LCT Putri Sritanjung yang dibeli dengan dana rakyat Banyuwangi sebesar Rp. 7,5 miliar pada zaman bupati Samsul Hadi (Alm) melalui jalan yang ada di sebelah utara  kantor Desa Ketapang.

Setelah melalui gang sempit khas perkampungan kawasan kapal LCT Putri Sritanjung yang sandar di kawasan pantai kelurahan Bulusan Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi kondisinya sangat mengenaskan.

Bangkai kapal yang berada di belakang kantor Desa Ketapang terlihat sebagai besi tua besar yang teronggok di pinggir pantai. Bagai rongsokan besar yang tidak menarik dan puluhan tahun tidak mampu mengusik  pemerintah kabupaten (Pemkab) Banyuwangi sebagai pemilik untuk mengurus dengan baik.

Melihat Sritanjung dari sisi barat  terlihat pemandangan laut yang mengingatkan pada sejarah kapal LCT Putri Sritanjung  beberapa tahun  melayani masyarakat Bali dan Banyuwangi dan masyarakat Indonesia umunnya yang menggunakan jasa penyeberangan Landing Craft Machine (LCM) Ketapang-Gilimanuk.

Dalam catatan perjalanan sejarah LCT Putri Sritanjung  mampu menjadi salahsatu kapal yang bertahan dalam persaingan perusahaan pelayaran dan mengarungi ganasnya ombak dan arus selat Bali yang dikenal dengan berbagai misterinya.

Selanjutnya mendekat pada  kapal Sritanjung  yang kondisinya patah di tengah dan  sebagian badan kapalnya bersentuhan dengan air laut menggugah ingatan bagaimana dua kapal milik rakyat Banyuwangi mampu memberikan sumbangan setoran pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar bagi pemerintah  Banyuwangi.

Selain itu kapal LCT Putri Sritanjung merah maupun biru bertahun-tahun menjadi tumpuan hidup ratusan pekerja dan karyawan PT Pelayaran Banyuwangi Sejati (PT PBS)  mulai direktur, operator kapal, tenaga administrasi sampai cleaning servis dalam mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga mereka.

Kemudian melihat dari sisi utara tampak  anak-anak yang ceria bermain di pinggir pantai. Terlihat juga para pekerja yang memperbaiki dua kapal yang sandar di dekat bangkai kapal LCT Putri Sritanjung yang saat ini tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab menjaga dan memelihara aset daerah tersebut.

Selanjutnya dari arah selatan tampak seorang pemulung yang mengais rezeki dengan mencari barang-barang bekas yang ada di sekitar kapal. Tidak menutup kemungkinan sebelumnya ada kelompok masyarakat lain yang mengambil barang atau bagian kapal yang mungkin bisa dijual untuk bisa sekadar bertahan hidup.

Menyaksikan rampdoor dan beberapa bagian kapal LCT Sritanjung yang terpisah dan badan kapal yang patah di tengah serta sebagian mulai teruruk pasir laut seolah menyiratkan pesan bahwa perlahan tapi pasti alam akan mengubur kapal menyusul Bupati Banyuwangi Samsul Hadi yang memiliki gagasan brilian untuk mensejahterakan rakyatnya dengan membeli dua kapal yang telah berpulang ke alam keabadian.

Selanjutnya seperti pernah diberitakan dalam sebuah surat khabar harian lokal Banyuwangi, terus merosotnya setoran hasil pengelolaan dua kapal aset pemerintah oleh PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati (PBS) ke  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memaksa pemkab Banyuwangi mengambil langkah tegas.

Tidak tanggung-tanggung, pemkab melelang  satu di antara dua kapal tersebut. Niat menjual kapal aset daerah itu disampaikan langsung Bupati Abdullah Azwar Anas di hadapan pimpinan dan anggota DPRD  Banyuwangi akhir Juni 2016 lalu.

Berbeda dengan LCT Putri Sritanjung, satu aset pemkab yang lain, yakni LCT Putri Sritanjung I belum bisa dilelang karena masih menunggu hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Permasalahan PT. PBS DPRD Banyuwangi.

Untuk melelang aset daerah itu, pemkab menggandeng pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jember untuk melaksanakan lelang kapal yang dibeli dengan uang rakyat  Banyuwangi tersebut. KPKNL menawarkan dua opsi pelaksanaan lelang, yakni lelang “darat” dan lelang secara  online.

Angka limit lelang kapal yang sempat dikelola PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati (PBS) itu pun ditentukan berdasar hasil appraisal (penilaian) yang dilakukan pihak KPKNL. Kebijakan pemkab melelang kapal LCT Sritanjung didasari beberapa pertimbangan.

Pertimbangan pertama, jika aset tersebut dibiarkan  lebih lama, maka nilai penyusutan (depresiasi) kapal itu semakin  besar. Dia mencontohkan, saat dilakukan appraisal sekitar tahun 2012 lalu, nilai kapal LCT Putri  Sritanjung sebesar Rp 4 miliar. Namun karena depresiasi (penyusutan) dan mengacu kondisi  yang ada saat ini, maka nilainya sebesar Rp 2,3 miliar tersebut.

Selain pertimbangan penyusutan nilai aset, pertimbangan  melelang kapal yang dibeli di era kepemimpinan mantan Bupati Samsul Hadi, itu kini sudah tidak  bisa dioperasikan di lintas penyeberangan Selat Bali. Pertimbangan lain, sudah ada second opinion dari ahli yang  berasal dari semacam lembaga surveyor untuk menjual kapal tersebut.(nurhadi)

iklan warung gazebo