Peternakan Ayam di Magetan Raup Omset Ratusan Juta

by -505 Views
Sarni, saat memberi pakan ayam petelur piaraannya
iklan aston

Magetan, seblang.com – Pandemi COVID-19 seolah tak menjadi masalah keterpurukan ekonomi. Hal itu dirasakan oleh masyarakat pelaku peternak ayam petelur di desa Sumber Sawit Kecamatan Sidorejo Kabupaten Magetan.

Sarni, 53 tahun merupakan warga lokal yang telah merintis usaha peternakan sejak 2010 lalu. Berkat kerja keras, ketelatenan, keuletan dan kejujuran yang dimiliki pria paruh baya tersebut, peternakannya mampu menembus angka puluhan hingga ratusan juta per bulan.

iklan aston

Ditemani sang istri, Parmi (48), kini peternakan milik pasutri di dukuh Belik desa Sumber Sawit tersebut mengalami peningkatan yang positif dari tahun ke-tahun.

“Awal mula beternak dulu tahun 2010 dengan modal ±400 ekor ayam mas, alhamdulillah sekarang sudah mencapai 5 ribu ekor,” ujarnya kepada jurnalis, Senin(7/12).

Di dalam usaha peternakan, Sarni mengakui bahwa semua peternakan pasti memiliki dampak terhadap lingkungan sekitar, terutama bau yang ditimbulkan dari kotoran ayam. Akan tetapi, dengan penanganan yang benar, dampak tersebut dapat diminimalisasi seminim mungkin.

“Kita hidup bersosial mas, kita punya tetangga, kalau bisa ya jangan sampai menyusahkan. Kalau masalah bau kotoran ayam bisa diminimalisasi dengan penyemprotan, ada obatnya kok mas dan harganya juga murah, tinggal telaten apa nggak gitu aja,” imbuhnya.

Sarni juga menegaskan bahwa peternakannya tidak luput dari pasang surut arus perekonomian. Kendala utama yang pernah dialami Sarni adalah tidak liniernya antara biaya pakan dan perawatan dengan harga jual telur ayam. “Agak susah mas, kalau harga pakan naik, tapi harga telur malah turun. Dulu itu pernah, akibat dampak dari turunnya harga telur, peternak disini sampe nandu-nandu telur, gak bisa terjual hingga banyak yang busuk.

Selain pernah terdampak akibat turunnya harga telur dalam usahanya, Sarni juga pernah ditipu saat penjualan kotoran ayam. Kurang lebih sebanyak 2 truk kotoran ayam yang dikumpulkan tidak terbayar. “Belum lama mas, kami kumpulin sampai sekitar 150 karung, ngakunya sih teman anak saya, eh ternyata hilang gitu aja, gak tau mikirnya gimana, kami ikhlaskan saja,” keluh Sarni.

Selain perlakuan khusus terhadap kandang maupun hewan, pelaku peternakan juga harus memiliki rasa toleran atau tepo seliro . Hal tersebut tidak lain sebagai upaya menjaga keharmonisan dalam bersosial. Sarni beserta istri, dalam menuangkan jiwa tepo selironya, biasanya dengan cara membagikan telur yang tidak layak jual kepada tetangga secara bergilir.

“Contoh misal kalau ada telur baru gak layak jual, gak ada salahnya kita kasihkan ke tetangga. Lumayan mas bisa buat lauk anaknya, lha wong kita setiap hari juga sudah makan telur, apa ya gak bosan to mas? Hehehehhee”, candanya.

Ditempat terpisah, saat dikonfirmasi jurnalis diruang kerjanya, kepala desa Sumber Sawit, Sunyoto membenarkan bahwa peternakan ayam petelur di desanya merupakan upaya nyata warga dalam meningkatkan kesejahteraannya.

“Di Sumber Sawit ini bisa dikatakan mayoritas mas, peternakan merata hampir di semua dukuh. Kalau ditotal kurang lebih sekitar 100 peternak”, ujarnya.

Segala bentuk konflik yang terjadi terkait dengan peternakan yang ada di desa Sumber Sawit, pihak pemerintah desa mengedepankan musyawarah untuk mencari jalan keluar yang baik, hal tersebut bertujuan agar permasalahan yang terjadi bisa teratasi tanpa merugikan salah satu pihak.

“Idealnya, peternakan itu jauh dari pemukiman, tapi apa boleh buat to mas, jika ada warga yang hanya memiliki lahan mepet rumah, masak iya tidak diperbolehkan buka peternakan? Warga pengen maju kok dipersulit kan malah rancu”, katanya.

Wartawan : Anwar Wahyudi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.