Foto: Seni Tari Gandrung Marsan SD Negeri 1 Mojopanggung Tampil Dalam Pembukaan KOSN di GOR Tawangalun Banyuwangi
Banyuwangi, seblang.com – Banyuwangi dikenal memiliki talenta yang luar biasa dalam berbagai bidang termasuk dalam seni budaya yang terus tumbuh dan berkembang di kabupaten ujung timur pulau Jawa ini.
Dalam upaya memelihara dan melestarikan seni budaya yang ada di Banyuwangi, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Mojopanggung Kecamatan Giri Banyuwangi membina Seni Tari Gandrung Marsan.
Menurut Kepala Sekolah SD Negeri 1 Mojopanggung, Hariana yang akrab disapa Bu Ana, umumnya tari gandrung dibawakan penari perempuan dan orang sudah mengatahui hal tersebut.
Untuk tari Gandrung Marsan mungkin baru SD Negeri 1 Mojopanggung yang bisa menampilkan seperti dalam acara pembukaan KOSN di GOR Tawangalun beberapa waktu lalu.
Menurut Bu Ana, ternyata penampilan Gandrung Marsan yang dilatih oleh Ade Dewi Ekawati dan dibawakan lima penari; Mirza Rizqi Nugroho, Rafa Pandya Al Fath,Bisma Ananta Satriya Pratamas.p, Muh Ridlo Fadil Banan dan. Heris Eka Pratama tampil memikat dan mendapatkan apresiasi dari Plt Kadis Pendidikan Banyuwangi, Satkorwildik Kecamatan Giri maupun para penonton yang menyaksikan acara tersebut.
Lebih lanjut Bu Ana menuturkan mengutip dari berbagai sumber, Seni Tari Gandrung Marsan dalam catatan perjalanan sejarah Bangsa Indonesia pernah menjadi salahsatu alat perjuangan masyarakat Banyuwangi dalam mengusir penjajah di Bumi Blambangan memiliki filosofi yang cukup dalam.
Dalam penampilan mereka, lima penari pria memasuki gelanggang , satu di antaranya maju ke sudut depan panggung yang luas. Duduk bersimpuh, pria ini seperti melakukan permohonan izin untuk mengenakan mahkota yang ada di depannya. Tak lama, setelah permohonan izin dilakukan, mahkota pun dikenakan. Dia lalu membaur bersama empat orang penari lainnya. Pertunjukan pun dimulai. Itulah tari Gandrung Marsan. Tari yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Menurut sejarahnya, tari ini berasal dari kesenian yang berkembang pada 1890. Saat itu, ada sebuah kesenian yang dibawakan oleh sekelompok pria berusia 7 sampai 14 tahun. Kesenian ini diiringi alat musik gendang dan rebana. Mereka mengadakan pertunjukan dari satu kampung ke kampung lain.
Salah seorang penari yang terus melakoni kesenian tersebut hingga usianya mencapai 40 tahun adalah Marsan. Sosok Marsan begitu dikagumi. Sebagai penari, dia dikenal sangat piawai memerankan sebagai perempuan. Tidak hanya itu. Kekaguman masyarakat pada Marsan pun karena pesan moral yang disampaikan dalam setiap tari yang dibawakan.
Saat itu, sering kali persaingan di antara para penari. Hingga, tidak jarang terjadi perkelahian di dalam pertunjukan. Melalui tari yang dibawakannya, Marsan coba menyampaikan pesan damai kepada masyarakat.
Sementara, “Gandrung” diambil karena kesenian yang dibawakan keliling dari kampung ke kampung ini sangat digemari dan digandrungi oleh masyarakat. Dalam perkembangannya, kesenian gandrung bukan sekadar sebuah hiburan. Dalam setiap pertunjukannya, diselipkan pesan propaganda untuk melawan penjajah. Hasil yang didapat dari pertunjukan pun digunakan untuk membantu para pejuang.
Dalam tari gandrung Marsan, diangkat kembali sosok Marsan sebagai orang yang memiliki jasa besar dalam perkembangan tari ini. Dan karena Marsan merupakan penari yang piawai memerankan perempuan, gerak dalam tari ini pun terlihat anggun, gemulai, serta centil. Tapi, pada tengah tarian, para penari memasang kumis di wajah mereka. Gerak yang dibawakan pun berubah, menjadi sosok yang lebih tegas dan gagah. (nur)